PERJALANAN CINTA VIII
Duri yang tampak jelas nyata
Akan mudah di hindari
Duri yang timbul dalam diri
Terkadang tidak disadari
Ini sudah ketiga kalinya uci dan ulfah datang ke kediaman Alfi Lailatul Janah, tetapi satpam disana tetap saja tidak memberikan izin kepada ulfah untuk bertemu dengan Alfi Lailatul Jannah, dengan alasan sudah banyak sekali penggemar mba Alfi yang ingin bertemu dengann beliau, dan mengaku-ngaku sebagai anak beliau. Makanya suami mba Alfi menyuruh kepada satpam untuk tidak mengizinkan siapapun penggemar mba Alfi untuk bertemu dengan mba Alfi, kecuali yang sudah dikenal.
”saya mohon pak, izinkan saya bertemu dengan mba Alfi kali ini saja”
”sudah saya bilang tidak bisa, ya tidak bisa, keras kepala banget sich kamu”
”ini soal penting pak, tolonglah, apa bapak tidak kasihan sama saya?”
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar seorang wanita yang memanggil pak satpam itu.
”itu nyonya Alfi memanggil, sekali lagi aku katakan, kamu pergi dari sini atau saya laporkan polisi”
Uci langsung membujuk ulfah untuk pulang, dan kembali lagi esok hari.
Ditengah perjalan pulang menuju rumah kontrakan, ulfah terus membicarakan tentang suara mba Alfi yang begitu lembut, saat memanggil satpam tadi, uci merasa sangat kasihan sama ulfah, dan mencari jalan supaya ulfah bisa bertemu dengan mba Alfi.
Tanpa sepengetahuan ulfah, uci mencari informasi tentang mba Alfi, sampai uci mengetahui cara supaya ulfah bisa bertemu dengan mba Alfi, yaitu ketika mba Alfi sedang berada diluar dan tidak dikawal sama sekali, biasanya mba Alfi suka sendirian di sebuah taman, dengan suasana tenang penulis biasanya mudah mendapatkan inspirasi.
Kemudian uci mencari tahu, kapan mba alfi biasanya pergi ke taman tersebut, akhirnya uci tahu bahwa mba alfi sering kesana saat hari sabtu atau saat yang gak tentu, seperti saat ini, ini bukan hari sabtu, tapi mba alfi terlihat sedang duduk di bangku taman itu. Apakah ini ikatan bathin atau apa, ketika uci berbalik, tiba-tiba disampingnya sudah ada ulfah
”Ulfah, ko kamu bisa ada disini?”
”gak tau ucu, tiba-tiba saja aku dari tadi ingin mengikutimu”
”ulfah, coba kamu lihat ada siapa disana?”
”Subhanallah itu mba Alfi, bagaimana kamu bisa mengetahui mba alfi ada disini ucu?”
”ceritanya nanti saja, sekarang kamu temui saja mba alfi mu itu, gunakan momen ini sebaik-baiknya”
Ulfah segera berlari menuju bangku taman, dimana mba alfi sedang duduk. Mereka tampak akrab, walaupun mereka baru pertama bertemu, wajah mereka begitu berbinar, seperti mereka telah menemukan kembali sesuatu yang hilang dalam diri mereka.
Hari-hari berikutnya, mba alfi sering ketemuan dengan ulfah ditaman itu, menurut mba alfi, ulfah bisa memberikan kenyamanan, ketentraman kepadanya. Sedangkan ulfah, ulfah tidak mau membahas soal dia mengira bahwa mba alfi adalah ibu kandungnya, karena ulfah takut semua itu tidak benar, ulfah lebih memilih kebersamaan ini, walaupun cuman sebentar, namun tak kan pernah dia lupakan seumur hidupnya.
Sampai akhirnya bulan Ramadhanpun akan segera tiba, ulfah mengingat janjinya pada anak-anak, untuk pulang sebelum Ramadhan tiba, Ulfah pun memutuskan untuk berpamitan dengan mba alfi, ulfah berfikir biarkan anting putih petunjuk tentang masa kecilnya itu, ia berikan kepada mba ulfah sebagai kenang-kenagan.
Sehari sebelum hari kepulangan ulfah ke bandung, seperti biasa ulfah menemui mba alfi di taman.
”mba, ulfah mau pamitan”
”ulfah, kamu mau pergi kemana nak?”
”ulfah mau pulang ke bandung mba, sebelum ulfah pulang, ulfah punya satu permintaan, maukah mba mengabulkannya mba?”
”apa permintaanmu itu ulfah?, mba juga punya satu permintaan pada ulfaha”
”mba, punya permintaan apa mba?, dengan senang hati ulfah pasti akan mengabulkannya, itupun bila ulfah mampu”
”mba, pingin mendengar kamu memanggil mba dengan sebutan ’ibu’ maukah kamu ulfah?”
”tentu saja mba, maksud ulfah ’ibu, ibu, ibu’”
Mereka kemudian menangis, mereka seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam kehidupan mereka.
”terimakasih ulfah, ibu begitu senang mendengarnya, ulfah sendiri punya permintaan apa sama ibu?”
”ulfah, ulfah pingin banget memeluk ibu, bolehkah bu?”
”tentu saja boleh sayang”
Air mata semakin deras keluar, mereka saling berpelukan, layaknya seorang ibu dengan anaknya, kasih sayang yang begitu dalam tergambar jelas disana. Adzan ashar meredakan tangisan mereka, merekapun bersegera untuk melaksanakan shalat ashar berjama’ah. Selepas shalat ashar, ulfahpun pergi, sebelum pergi ulfah memberikan kenang-kenangan berupa anting putih itu kepada mba Alfi.
***
Sementara itu, aku yang baru mendapat titik cerah tentang perasaan kak jamilah terhadap pengagum rahasianya itu, tiba-tiba hilang begitu saja. Selepas pulang dari rumah kak jamilah waktu itu, aku bersegera menemui kak enda untuk menyampaikan berita gembira itu kepadanya. Aku harus katakan padanya bahwa kak jamilah juga memiliki perasaan yang sama seperti kak enda, sekarng giliran kak enda untuk memberanikan diri untuk melamar kak jamilah.
Sesampainya dikamar kak enda, aku melihat kak enda sedang menangis, aku belum pernah melihat kak enda sesedih itu. Dengan cepat aku segera mendekati kak enda, dan bertanya, apa yang terjadi dengannya, sehingga dia bisa sesedih itu?.
Kak enda hanya terdiam dan tidak menjawab apa-apa, dia hanya menangis dan terus menangis, walau kami bersaudara, tapi tetap saja aku tidak bisa memahami perasaannya, kalau kak enda tidak berkata apa-apa. aku lalu menyarankan sama kak enda untuk berwudlu, shalat kemudian baca al-qur’an. Kak endapun lalu menuruti saranku itu, dia kemudian mengambil wudlu, shalat kemudian membaca al-qur’an.
Setelah kak enda kelihatan agak tenang, akupun kembali mendekatinya, tapi kali ini aku tidak ingin bertanya ada apa, tapi aku Cuma nawarin dia makan malam, diapun menolakku dengan halus. Aku terus bertanya-tanya ada apa dengan kak enda?, aku khawatir dengan keadaannya, maka aku putuskan untuk menyimpan makanan dikamarnya, hingga bila sesekali perutnya lapar, dia bisa langsung memakannya.
Keesokan harinya, aku dapati kak enda dalam keadaan menggigil, badannya demam, dari kemarin dia sama sekali tidak makan. Aku langsung memanggil dokter untuk memeriksa kak enda, dokter bilang kak enda tidak apa-apa cuman demam biasa, dokterpun bilang bila dalam tiga hari demamnya tidak turun-turun, maka kak enda harus dirawat di rumah sakit.
Kalau penyakit kak enda cuman demam biasa, mengapa dia begitu kelihatan sangat kesakitan. Dalam tiga hari itu, kak enda cuman makan dan minum sedikit, itupun bila terus dipaksa olehku, sehingga dalam tiga hari itu, demamnya tidak turun-turun. akupun segera menghubungi dokter, dan dokter menyarankan supaya kak enda dirawat di rumahsakit.
Kak endapun dibawa ke rumahsakit dan menjalani perawatan disana, selama kak enda sakit kak jamilah, kak serli, kak lisa datang menjenguk kak enda, tapi cuman kak salsa yang tidak datang menjenguk. Ketika ditanyakan sama kak enda, kenapa kak salsa tidak datang menjenguk, maka kak enda menjawab, bahwa kak salsa sudah meninggal.
Alangkah terkejutnya aku ketika aku tahu kak salsa sudah meninggal, rupanya hal ini yang membuat kak enda begitu terpuruk sampai membuatnya sakit, rasa bersalah yang begitu besar, menimbulkan penyesalan dalam diri kak enda, dan membuat kak enda tak mampu memaafkan dirinya sendiri.
”Mengapa kakak tidak pernah bilang sama uci, kalau kak salsa sudah meninggal?, mengapa kakak memendam duka yang kakak rasa sendirian, mengapa tidak membaginya dengan uci?”
Kak enda hanya terdiam, dan tidak menjawab apa-apa, pikirannya terus menerawang entah kemana
”uci.............”
”iya, kak............”
”kamu bisa bantu kakak tidak?”
”tentu saja kak, selama uci mampu, uci pasti akan bantu kakak”
”sebelum meninggal, salsa pernah berbicara di telfon, bahwa dia ingin bertemu kakak, untuk membicarakan sesuatu, tapi belum sempat kakak bertemu dengannya, salsa sudah meninggal, kakak selama ini tidak pernah tahu bahwa salsa mengidap penyakit yang sangat parah, dia mengidap kanker otak. Waktu kakak diberitahu bahwa kak salsa meninggal, keadaan kakak langsung lemah, kakak sangat merasa bersalah kepadanya, kakak tidak tahu bahwa keinginannya untuk bertemu dengan kakak waktu itu, adalah permintaannya yang terakhir”
”lalu yang bisa uci bantu apa kak?”
”pergilah kerumah kak salsa, temui keluarganya, sampaikan permintaan maaf kakak karena kakak belum bisa datang melayad kesana”
Aku tak mengerti dengan kak enda, mungkin perasaannya begitu lembut dan begitu peka membuatnya menjadi seperti itu. Akupun pergi menemui keluarga kak salsa, kusampaikan ucapan bela sungkawa, dan ucapan permintaan maaf dari kak enda, karena kak enda belum bisa melayad kesini dikarenakan sakit. Kemudian aku berziarah ke makam kak salsa, setelah itu aku pamitan untuk pulang, sebelum aku pergi keluarga kak salsa, menitipkan sepucuk surat dari kak salsa untuk kak enda.
Sesampainya di rumahsakit, aku langsung memberikan surat itu kepada kak enda, kak enda pun langsung membacanya
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akankah kau melihatku saat aku jauh
Dan akankah kau merasakan kehilanganku
Kini jiwaku telah berpisah dari ragaku
Aku yang telah pergi bukan untuk kembali
Tak ada janji hanya ada air mata untuk yang abadi
Dimana alamat hatimu?
Kemana pergi hujan hari ini
Sejenak menggoda bumi pada siang yang gerah
lalu hilang saat malam tengadah
Kemana harus aku pergi
Saat aku sadar tak ada lagi yang ku bela dari perjalananku
Selain merapal jejak lemah menuju ruang hatimu
Tak hilang di lalap lelah
Tak jera diremas gelisah
Aku coba lari dan mengingkari
Namun aku harus ikhlas
Aku hanya ingin yang terbaik untukmu
Tersenyumlah dambaan
Dan pilihlah yang menenangkan hatimu
Yang membuat hatimu merasa nyaman
Setelah membaca surat kak salsa itu, perlahan keadaan kak enda mulai membaik, keesokan harinya kak enda diperbolehkan untuk pulang, entah hal apa yang ada dalam benak kak enda, namun aku lihat wajahnya begitu cerah, sepertinya dia sudah berhasil mengendalikan emosinya sendiri, akankah sekarang hati kak enda sudah benar-benar mantap dan mempunyai keberanian untuk mempersunting wanita yang diidam-idamkannya? entahlah..............................................
......................................bersambung........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar