PERJALANAN CINTA III
Aku tak bisa menolak
Aku juga tak bisa bertindak
Ku pasrrahkan kepadaNya
Untuk memberikan yang terbaik
Uci nampaknya sudah berhasil dengan misinya, lain halnya dengan aku. Tak ada perubahan yang berarti, semuanya masih sama, seperti masih ada uci di sini. Aku merasa kasihan sama kak enda, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, dia tidak pernah ada waktu untuk dirinya sendiri.
Ketika aku pertama ada di sini, yang pertama kali aku lakukan yaitu berziarah ke makam mamah dan bapak, aku sering memandangi foto mereka dan menangisi foto tersebut. Bila kak enda melihat aku seperti itu, kak enda selalu bilang ”bila kamu rindu sama mamah dan bapak, kamu pejamkan mata kamu, buka tanganmu lebar-lebar, dan rasakan kehadiran mereka, sebenarnya mereka tidak pernah meninggalkan kita, mereka selalu ada di sini, di dalam hati kita”. Aku mencoba melakukannya, dan benar saja, rinduku sedikit terobati.
Waktu beradaptasiku cukup lama di sini, beda halnya dengan uci yang mudah untuk beradaptasi, aku bahkan suka lupa pada nama orang-orang yang berada dekat denganku, contohnya sama kang odo dan ceu edah, mereka berdua katanya orang kepercayaan mamah dan bapak, mereka juga yang mengurus uci sejak usia uci 5 tahun. karena sejak usia kak enda 12 tahun, uci dan kak enda tidak di rawat lagi oleh paman dan bibi di bandung, karena mereka ingin kak enda mendapatkan ilmu pendidikan agama yang lebih banyak, kebetulan rumah mamah dan bapak di ciamis berdekatan dengan pondok pesantren Nurul Huda, paman dan bibi menginginkan agar kak enda bisa sekolah sambil mesantren di ciamis.
Begitupun pada semua tetangga di sini, biasanya kalau aku lupa sama nama mereka, aku suka memanggil mereka dengan panggilan ’akang’ kalau mereka laki-laki, atau panggilan ’euceu’ kalau mereka perempuan. Rasa persaudaraan, saling menolong, gotong royong masih sangat melekat di sini, bahkan kata uci saking baiknya mereka, dulu ketika uci masih kecil dan ceu edah sedang sakit, mereka suka bergantian mengurus uci, atau mereka bergantian mengirimkan makanan untuk uci dan kak enda. uci suka merasa kalau mereka semua adalah keluarga uci sendiri.
Uci selalu bilang sama aku, bahwa aku tak usah sungkan sama mereka, mungkin semua itu hal yang mudah untuk uci, tapi bagiku itu hal yang sulit. Kak enda mungkin tak melihat perubahan yang berarti pada diri uci yang sekarang, tapi sama ceu edah tidak seperti itu. Ceu edah mulai curiga padaku, ketika uci yang tadinya malas bersih-bersih, malas masak, malas mencuci pakaian apalagi melicin pakaian. Biasanya semua pekerjaan itu suka dia yang melakukan, tapi sekarang uci sendiri yang melakukan.
Dia juga bingung seorang uci yang dulunya senang banget pakai kaos dan celana jeans, pakai kerudung sekenanya. Sekarang telah menjadi muslimah yang manis, apalagi bila dia sedang bicara dengan ku, dia selalu bilang ” uci mengapa suaramu jadi lembut dan gaya bicaramu juga sopan, tidak berteriak-teriak, dan senyumanmu juga tulus, tidak terbahak-bahak”. Aku hanya tersenyum, dan menjawab ”setiap orangkan bisa berubah ceu”.
Mungkin aku bisa mengatasi kecurigaan ceu edah, beda halnya dengan anaknya latief, ya, ampun dia mengajakku balap motor. MasyaAllah jangankan balap, naik motor juga aku tak bisa. Bila aku menolak ajakan dia untuk balapan, latief suka bilang ” ya ampun ci, benar kata emak, kamu berubah sekarang, kalau kamu jadi wanita semanis ini, lambat laun aku bisa jatuh cinta sama kamu”. uci gimana nich, bagaimana aku harus mengatasinya?.
Lambat laun para tetangga mulai menyadari perubahan drastis dalam diriku, tanpa sepengetahuanku mereka pada membicarakannya sama kak enda. Manusia memang tidak semuanya sama, di antara mereka ada yang suka dengan sikapku yang sekarang, tapi di antara mereka juga, lebih menyukai uci yang dulu. Tapi ada hikmahnya juga, karena dengan itu, kak enda mau meluangkan waktunya untukku.
Jum’at pagi seperti biasa, selepas shalat subuh, aku mulai memasak, beres-beres rumah, mencuci pakaian, dan melicin baju yang akan di pakai kak enda hari ini. Setelah sarapan dan cuci piring, kak enda memanggilku dan kita ngobrol berdua di ruang tengah.
” uci, kak enda baru sadar perubahan-perubahan yang terjadi pada dirimu, kakak kira, kamu yang tidak mengenal poto kamu sendiri waktu itu, itu karena kecapean saja, tapi kakak salah, kamu benar-benar sudah berubah sekarang, kalau kak lihat, sikap kamu itu seperti mamah sekarang, bahkan pasakan kamu persis sama seperti pasakan mamah. kakak senang kalau paman dan bibi telah merubah kamu menjadi seperti ini, tapi sayang......................”
”tapi apa kak?”
”kamu tidak apa-apa ci? mungkin ada kata kak enda yang menyakiti kamu sehingga kamu berubah menjadi seperti ini?”
”tidak ko kak, justru kak adalah kakak terbaik yang uci punya, uci bersyukur punya kakak sebaik kak enda”
”ya, sudah kakak berangkat kerja dulu”
”tunggu kak, ada hal yang ingin uci bicarakan”
Aku tak mampu membendung tangisanku waktu itu,.
”lo, kenapa kamu menangis uci nikmah?”
” kenapa kakak bekerja terlalu keras kak, sampai kak tak punya waktu untuk diri kakak sendiri?”.
”ini kakak lakukan semata-mata untuk kamu sayang”
”kenapa kakak tidak kuliah atau menikah saja, kak berhak untuk bahagia”
”kamu lupa, kakak kan sekolah sampai SMP langsung kerja, mana bisa kuliah. Sedangkan untuk nikah, mana ada wanita yang mau sama pemuda gak berpendidikan seperti kakakmu ini”
Mendengar semua itu, tangisanku makin keras, .
” sudah jangan menangis terus, kamu sekarang sudah memutuskan belum, kamu mau kuliah di mana, di bandung bersama paman dan bibi, atau di sini saja?”
” kak, uci gak mau kuliah, uci gak mau menjadi beban untuk kakak, uci ingin melihat kak enda bahagia”
”justru kebahagiaan kak enda adalah jika kak enda bisa membuat uci bahagia. Kamu gak usah merasa menjadi beban, karena ini sudah menjadi kewajiban kakak”
Entah harus dengan kata apa lagi aku membuat kak enda sadar, bahwa apa yang menimpa kami, adalah ujian bagi kami berdua, bukan hanya untuknya saja, rasa pahit harus di rasakan bersama, begitupun sebaliknya, mengapa yang ada dalam pikirannya adalah kebahagiaanku saja, padahal seperti halnya dirinya aku juga ingin dirinya bahagia. kak enda terus mendesakku untuk kuliah, tapi aku memintanya untuk memberikan aku waktu setahun untuk istirahat.
***
Menjadi pedagang adalah pilihan hidup kak enda selepas keluar dari SMP, kata uci, dia bersikeras pada keputusannya, walau di paksa oleh paman dan bibi untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Hasil kerja kerasnya selama ± 10 tahun, alhamdulillah sekarang dia punya toko sendiri, Subhanallah dan toko itu di beri nama ”uci nikmah Mujahidah”.
Ya Rabb, dia benar-benar kakak yang baik, tapi adilkah semua ini untuknya?. Ku mohon berikanlah balasan yang setimpal untuknya baik di dunia ini maupun di akhirat kelak aamiin.
Suatu hari ketika aku membereskan kamar kak enda, tanpa sengaja aku menemukan buku berwarna hijau tua, penasaran aku buka dan ku baca isinya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ciamis, 16 juli 2000
Aku letih, aku perih dan aku sendiri, aku telah di tinggal pergi oleh orang terkasih. kini aku mempunyai tanggung jawab yang begitu besar, tapi aku yakin aku bisa menjaga amanah ini.
Ciamis, 18 juli 2000
Di usiaku yang ke 12 tak ada hal yang istimewa selain bisa membuat adikku, bahagia, aku akan lakukan apapun untuk buat uci bahagia..........
Ciamis, 20 juli 2000
Entah perasaan apa yang ku punya untuknya, namun ku tahu dia langit dan aku bumi, tapi aku merasa senang, saat dia masih ingat namaku, dia juga masih ingat kalau aku pernah menolongnya. dia berkata padaku ” bahwa dia ikut perihatin atas apa yang menimpaku, dan dia memintaku untuk tegar”.
Ciamis, 20 Agustus 2001
Hari-hari berlalu, aku semakin mengaguminya, jujur ku akui, dia tak hanya cantik, tapi keindahan akhlaknya, kepintarannya, tutur katanya membuat dia di sukai banyak orang......
Ciamis, 11 September 2002
Perih hatiku, aku harus berpisah dengannya, namun ’sang langit’ akan tetap berada dalam singgasananya, dan aku tak mungkin menggapainya............
Ciamis, 07 Januari 2003
Baru beberapa bulan berpisah, namun rasanya sudah berabad-abad lamanya, kini yang bisa ku lakukan hanya melihatnya, walaupun dari kejauhan tapi itu lebih dari cukup................
Ciamis, 23 Juni 2005
Hal yang paling aku takutkan itu menjadi kenyataan, dia akan di jodohkan oleh orang tuanya, tapi orang tuanya memberi dia pilihan, dia harus memilih di antara laki-laki terbaik pilihan orang tuanya., dia memilih laki-laki bukan berdasar harta kekayaannya, atau pangkat jabatannya, tapi dia lebih memilih dari segi ilmu dan agamanya, itulah yang membuat aku semakin mengaguminya.
Ciamis, 13 Juli 2005
Sungguh bahagia hatiku, ternyata calon suamimu mendapat beasiswa untuk kuliah di mesir, alangkah terharunya hatiku, ternyata kamu mau menunggunya, walaupun untuk waktu yang tak tentu, sungguh mulia hatimu ’ sang langit’
Ciamis, 09 Oktober 2008
Hatiku mengiris pilu, saat ku dengar, calon suamimu, tidak menepati janjinya, dia mengkhianati hatimu. Tapi aku tahu kamu sosok wanita yang tegar, ’sang langit’ kamu pasti dapatkan yang lebih baik darinya............
Ciamis, 10 Januari 2010
Hari ini, aku memberanikan diri untuk melewati rumahmu, aku hanya ingin tahu keadaanmu, atau sekedar menyapamu, karena berita itu membuatku tak percaya, bahwa kamu tak mau membuka pintu hatimu untuk siapapun. ’sang langit’ apa yang membuatmu selemah ini? Jika kamu izinkan kamu halal untukku, aku tak akan membiarkan seorangpun menyakitimu, dan aku selamanya akan menjadi penjaga hatimu. namun ’sang langit’ ku tahu itu hanya angan-anganku,..................
Ku tutup buku itu, walaupun hanya sebagian yang ku baca, namun aku mampu mencerna semuanya, Ya Rabb, apakah ini sebuah petunjuk, kalau ternyata ada hal yang di sembunyikan kak enda, dan mungkin bila aku mampu mewujudkan impian kak enda ini, aku akan mampu membuat kak enda bahagia, namun, siapa itu ’sang langit”? . Aku harus mencari tahu siapa sebenarnya ’sang langit” itu.
.........................bersambung...............
Aku tak bisa menolak
Aku juga tak bisa bertindak
Ku pasrrahkan kepadaNya
Untuk memberikan yang terbaik
Uci nampaknya sudah berhasil dengan misinya, lain halnya dengan aku. Tak ada perubahan yang berarti, semuanya masih sama, seperti masih ada uci di sini. Aku merasa kasihan sama kak enda, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, dia tidak pernah ada waktu untuk dirinya sendiri.
Ketika aku pertama ada di sini, yang pertama kali aku lakukan yaitu berziarah ke makam mamah dan bapak, aku sering memandangi foto mereka dan menangisi foto tersebut. Bila kak enda melihat aku seperti itu, kak enda selalu bilang ”bila kamu rindu sama mamah dan bapak, kamu pejamkan mata kamu, buka tanganmu lebar-lebar, dan rasakan kehadiran mereka, sebenarnya mereka tidak pernah meninggalkan kita, mereka selalu ada di sini, di dalam hati kita”. Aku mencoba melakukannya, dan benar saja, rinduku sedikit terobati.
Waktu beradaptasiku cukup lama di sini, beda halnya dengan uci yang mudah untuk beradaptasi, aku bahkan suka lupa pada nama orang-orang yang berada dekat denganku, contohnya sama kang odo dan ceu edah, mereka berdua katanya orang kepercayaan mamah dan bapak, mereka juga yang mengurus uci sejak usia uci 5 tahun. karena sejak usia kak enda 12 tahun, uci dan kak enda tidak di rawat lagi oleh paman dan bibi di bandung, karena mereka ingin kak enda mendapatkan ilmu pendidikan agama yang lebih banyak, kebetulan rumah mamah dan bapak di ciamis berdekatan dengan pondok pesantren Nurul Huda, paman dan bibi menginginkan agar kak enda bisa sekolah sambil mesantren di ciamis.
Begitupun pada semua tetangga di sini, biasanya kalau aku lupa sama nama mereka, aku suka memanggil mereka dengan panggilan ’akang’ kalau mereka laki-laki, atau panggilan ’euceu’ kalau mereka perempuan. Rasa persaudaraan, saling menolong, gotong royong masih sangat melekat di sini, bahkan kata uci saking baiknya mereka, dulu ketika uci masih kecil dan ceu edah sedang sakit, mereka suka bergantian mengurus uci, atau mereka bergantian mengirimkan makanan untuk uci dan kak enda. uci suka merasa kalau mereka semua adalah keluarga uci sendiri.
Uci selalu bilang sama aku, bahwa aku tak usah sungkan sama mereka, mungkin semua itu hal yang mudah untuk uci, tapi bagiku itu hal yang sulit. Kak enda mungkin tak melihat perubahan yang berarti pada diri uci yang sekarang, tapi sama ceu edah tidak seperti itu. Ceu edah mulai curiga padaku, ketika uci yang tadinya malas bersih-bersih, malas masak, malas mencuci pakaian apalagi melicin pakaian. Biasanya semua pekerjaan itu suka dia yang melakukan, tapi sekarang uci sendiri yang melakukan.
Dia juga bingung seorang uci yang dulunya senang banget pakai kaos dan celana jeans, pakai kerudung sekenanya. Sekarang telah menjadi muslimah yang manis, apalagi bila dia sedang bicara dengan ku, dia selalu bilang ” uci mengapa suaramu jadi lembut dan gaya bicaramu juga sopan, tidak berteriak-teriak, dan senyumanmu juga tulus, tidak terbahak-bahak”. Aku hanya tersenyum, dan menjawab ”setiap orangkan bisa berubah ceu”.
Mungkin aku bisa mengatasi kecurigaan ceu edah, beda halnya dengan anaknya latief, ya, ampun dia mengajakku balap motor. MasyaAllah jangankan balap, naik motor juga aku tak bisa. Bila aku menolak ajakan dia untuk balapan, latief suka bilang ” ya ampun ci, benar kata emak, kamu berubah sekarang, kalau kamu jadi wanita semanis ini, lambat laun aku bisa jatuh cinta sama kamu”. uci gimana nich, bagaimana aku harus mengatasinya?.
Lambat laun para tetangga mulai menyadari perubahan drastis dalam diriku, tanpa sepengetahuanku mereka pada membicarakannya sama kak enda. Manusia memang tidak semuanya sama, di antara mereka ada yang suka dengan sikapku yang sekarang, tapi di antara mereka juga, lebih menyukai uci yang dulu. Tapi ada hikmahnya juga, karena dengan itu, kak enda mau meluangkan waktunya untukku.
Jum’at pagi seperti biasa, selepas shalat subuh, aku mulai memasak, beres-beres rumah, mencuci pakaian, dan melicin baju yang akan di pakai kak enda hari ini. Setelah sarapan dan cuci piring, kak enda memanggilku dan kita ngobrol berdua di ruang tengah.
” uci, kak enda baru sadar perubahan-perubahan yang terjadi pada dirimu, kakak kira, kamu yang tidak mengenal poto kamu sendiri waktu itu, itu karena kecapean saja, tapi kakak salah, kamu benar-benar sudah berubah sekarang, kalau kak lihat, sikap kamu itu seperti mamah sekarang, bahkan pasakan kamu persis sama seperti pasakan mamah. kakak senang kalau paman dan bibi telah merubah kamu menjadi seperti ini, tapi sayang......................”
”tapi apa kak?”
”kamu tidak apa-apa ci? mungkin ada kata kak enda yang menyakiti kamu sehingga kamu berubah menjadi seperti ini?”
”tidak ko kak, justru kak adalah kakak terbaik yang uci punya, uci bersyukur punya kakak sebaik kak enda”
”ya, sudah kakak berangkat kerja dulu”
”tunggu kak, ada hal yang ingin uci bicarakan”
Aku tak mampu membendung tangisanku waktu itu,.
”lo, kenapa kamu menangis uci nikmah?”
” kenapa kakak bekerja terlalu keras kak, sampai kak tak punya waktu untuk diri kakak sendiri?”.
”ini kakak lakukan semata-mata untuk kamu sayang”
”kenapa kakak tidak kuliah atau menikah saja, kak berhak untuk bahagia”
”kamu lupa, kakak kan sekolah sampai SMP langsung kerja, mana bisa kuliah. Sedangkan untuk nikah, mana ada wanita yang mau sama pemuda gak berpendidikan seperti kakakmu ini”
Mendengar semua itu, tangisanku makin keras, .
” sudah jangan menangis terus, kamu sekarang sudah memutuskan belum, kamu mau kuliah di mana, di bandung bersama paman dan bibi, atau di sini saja?”
” kak, uci gak mau kuliah, uci gak mau menjadi beban untuk kakak, uci ingin melihat kak enda bahagia”
”justru kebahagiaan kak enda adalah jika kak enda bisa membuat uci bahagia. Kamu gak usah merasa menjadi beban, karena ini sudah menjadi kewajiban kakak”
Entah harus dengan kata apa lagi aku membuat kak enda sadar, bahwa apa yang menimpa kami, adalah ujian bagi kami berdua, bukan hanya untuknya saja, rasa pahit harus di rasakan bersama, begitupun sebaliknya, mengapa yang ada dalam pikirannya adalah kebahagiaanku saja, padahal seperti halnya dirinya aku juga ingin dirinya bahagia. kak enda terus mendesakku untuk kuliah, tapi aku memintanya untuk memberikan aku waktu setahun untuk istirahat.
***
Menjadi pedagang adalah pilihan hidup kak enda selepas keluar dari SMP, kata uci, dia bersikeras pada keputusannya, walau di paksa oleh paman dan bibi untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Hasil kerja kerasnya selama ± 10 tahun, alhamdulillah sekarang dia punya toko sendiri, Subhanallah dan toko itu di beri nama ”uci nikmah Mujahidah”.
Ya Rabb, dia benar-benar kakak yang baik, tapi adilkah semua ini untuknya?. Ku mohon berikanlah balasan yang setimpal untuknya baik di dunia ini maupun di akhirat kelak aamiin.
Suatu hari ketika aku membereskan kamar kak enda, tanpa sengaja aku menemukan buku berwarna hijau tua, penasaran aku buka dan ku baca isinya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ciamis, 16 juli 2000
Aku letih, aku perih dan aku sendiri, aku telah di tinggal pergi oleh orang terkasih. kini aku mempunyai tanggung jawab yang begitu besar, tapi aku yakin aku bisa menjaga amanah ini.
Ciamis, 18 juli 2000
Di usiaku yang ke 12 tak ada hal yang istimewa selain bisa membuat adikku, bahagia, aku akan lakukan apapun untuk buat uci bahagia..........
Ciamis, 20 juli 2000
Entah perasaan apa yang ku punya untuknya, namun ku tahu dia langit dan aku bumi, tapi aku merasa senang, saat dia masih ingat namaku, dia juga masih ingat kalau aku pernah menolongnya. dia berkata padaku ” bahwa dia ikut perihatin atas apa yang menimpaku, dan dia memintaku untuk tegar”.
Ciamis, 20 Agustus 2001
Hari-hari berlalu, aku semakin mengaguminya, jujur ku akui, dia tak hanya cantik, tapi keindahan akhlaknya, kepintarannya, tutur katanya membuat dia di sukai banyak orang......
Ciamis, 11 September 2002
Perih hatiku, aku harus berpisah dengannya, namun ’sang langit’ akan tetap berada dalam singgasananya, dan aku tak mungkin menggapainya............
Ciamis, 07 Januari 2003
Baru beberapa bulan berpisah, namun rasanya sudah berabad-abad lamanya, kini yang bisa ku lakukan hanya melihatnya, walaupun dari kejauhan tapi itu lebih dari cukup................
Ciamis, 23 Juni 2005
Hal yang paling aku takutkan itu menjadi kenyataan, dia akan di jodohkan oleh orang tuanya, tapi orang tuanya memberi dia pilihan, dia harus memilih di antara laki-laki terbaik pilihan orang tuanya., dia memilih laki-laki bukan berdasar harta kekayaannya, atau pangkat jabatannya, tapi dia lebih memilih dari segi ilmu dan agamanya, itulah yang membuat aku semakin mengaguminya.
Ciamis, 13 Juli 2005
Sungguh bahagia hatiku, ternyata calon suamimu mendapat beasiswa untuk kuliah di mesir, alangkah terharunya hatiku, ternyata kamu mau menunggunya, walaupun untuk waktu yang tak tentu, sungguh mulia hatimu ’ sang langit’
Ciamis, 09 Oktober 2008
Hatiku mengiris pilu, saat ku dengar, calon suamimu, tidak menepati janjinya, dia mengkhianati hatimu. Tapi aku tahu kamu sosok wanita yang tegar, ’sang langit’ kamu pasti dapatkan yang lebih baik darinya............
Ciamis, 10 Januari 2010
Hari ini, aku memberanikan diri untuk melewati rumahmu, aku hanya ingin tahu keadaanmu, atau sekedar menyapamu, karena berita itu membuatku tak percaya, bahwa kamu tak mau membuka pintu hatimu untuk siapapun. ’sang langit’ apa yang membuatmu selemah ini? Jika kamu izinkan kamu halal untukku, aku tak akan membiarkan seorangpun menyakitimu, dan aku selamanya akan menjadi penjaga hatimu. namun ’sang langit’ ku tahu itu hanya angan-anganku,..................
Ku tutup buku itu, walaupun hanya sebagian yang ku baca, namun aku mampu mencerna semuanya, Ya Rabb, apakah ini sebuah petunjuk, kalau ternyata ada hal yang di sembunyikan kak enda, dan mungkin bila aku mampu mewujudkan impian kak enda ini, aku akan mampu membuat kak enda bahagia, namun, siapa itu ’sang langit”? . Aku harus mencari tahu siapa sebenarnya ’sang langit” itu.
.........................bersambung...............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar