Rabu, 18 Mei 2011

PERJALANAN CINTA V


PERJALANAN CINTA V

Aku tak punya hal istimewa yang bisa ku banggakan
Ku juga tak punya keindahan yang bisa ku berikan
Aku hanya punya sebentuk hati yang sempurna
Yang tak kan ku bagi pada siapapun

Sungguh rencana Allah yang tak di sangka-sangka, Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, seperti apa yang menimpa uci itu merupakan suatu kebetulan yang tak pernah di duga, uci bisa sampai ke istana cinta yang merupakan rumah kedua bagiku, bisa bertemu dengan ulfah dan anak-anak, uci mungkin akan belajar banyak di sana. Bila ayah dan ibu pulang dari luar kota, mereka pasti akan lebih bijak melihat semua, InsyaAllah mereka bisa membedakan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dan mereka pasti tau harus mencari uci kemana.
Aku menjadi agak sedikit lega, tapi bagaimana dengan kak enda, sampai sekarang aku belum bisa menemukan siapa sebenarnya ’sang langit’ itu, aku bukannya menemukan titik terang, tapi malah menimbulkan persoalan baru, untuk mencari tahu siapa ’sang langit’ sebenarnya, aku selalu membuntuti kak enda kemanapun kak enda pergi, untuk itu aku meminta bantuan latief, anak dari kang odo dan ceu edah, untuk mengantarkan aku, kemanapun aku pergi. Mungkin karena seringnya kami bersama, sehingga menimbulkan perasaan yang tak seharusnya latief miliki untukku.
Sudah beberapa kali dia mengungkapkan perasaannya untukku, bahkan untuk meyakinkan aku, latief menyuruh orang tuanya untuk melamarku pada kak enda, latief selalu mengira alasan aku menolaknya, karena kekurangan yang dia punya, karena dia bukan orang terpelajarlah, karena dia berasal dari keluarga miskinlah. Padahal sebenarnya bukan itu alasannya, tapi karena aku belum berfikir ke arah sana, masih banyak yang harus ku lakukan, terutama aku ingin mewujudkan mimpi kak enda dan membuat kak enda bahagia.
Kak enda menanggapi lamaran ceu edah, hanya dengan senyuman, dia malah menjawab ” uci masih terlalu mungil untuk menikah, dia belum bisa mengurus dirinya sendiri, apalagi mengurus orang lain”. Penolakan secara halus dari kak enda, nampaknya tidak membuat latief menyerah begitu saja, dia mulai melakukan berbagai cara untuk meluluhkan hatiku, dari mulai berusaha membuat aku cemburu, hingga menjadi bayang-bayangku kemanapun aku pergi.
Aku selalu berusaha menyadarkan dia, bahwa dia bisa dapatkan wanita yang lebih baik dari aku, aku selalu menawarkan hubungan persahabatan padanya, tapi dia selalu berkata bahwa dia akan menungguku, sampai aku mau menerima cintanya. Entah dengan cara apa lagi aku membuat dia mengerti, mungkin aku harus berusaha menghindar dan menjaga jarak darinya.
***
Pada suatu hari tatkala aku sedang bersembunyi dari bayang-bayang latief, tiba-tiba aku bertabrakan dengan seseorang.
”uci, kamu uci kan?”
”iya, kamu siapa ya?”
”kamu sudah banyak berubah ya ci, aku lela masa kamu gak ingat sama aku sich, aku kan teman kamu di pesantern nurul huda?”
”oh, iya, maaf la, kamu apa kabar?”
”alhamdulillah kabarku baik ci, ci kamu sudah melihat keadaan kak jamilah sekarang, aku perihatin banget ci dengan keadaannya, kak jamilah yang dulu ceria, sekarang tak ada senyuman bahagia lagi yang terlukis di wajahnya”
”emang apa yang terjadi dengan kak jamilah la?”
”aduch, maaf aku buru-buru, kamu lihat saja sendiri ke rumahnya ya!”
Teman uci yang bernama lela itu berlalu pergi dari hadapanku, aku jadi penasaran tentang siapa itu kak jamilah, kemudian apa yang telah menimpa kak jamilah, sehingga membuat dirinya tak seceria dulu. Tapi di manakah rumah kak jamilah itu, tapi tunggu dulu, tadi teman uci itu bilang, pesantren nurul huda, kalau gak salah pesantren nurul huda, tidak jauh dari sini.
Aku langkahkan kakiku menuju pesantren nurul huda, terlihat beberapa santri yang ada disana, ku ucapkan salam, dan ku tanyakan kepada mereka, di mana aku bisa bertemu dengan kak jamilah, salah satu dari santri tersebut mengantarkan aku ke rumah yang berada di lingkungan pesantren. Tampak santri tersebut meminta izin terlebih dahulu, sebelum mempersilahkan aku masuk.
Ketika aku berada di sini, aku merasa seolah-olah tempat ini bukan tempat yang asing bagiku, aku merasa pernah ke sini, tapi entah kapan, atau mungkin Cuma di dalam mimpiku saja. ketika aku sedang asik mengingat-ngingat, kapan sebenarnya aku pernah ke tempat ini, Sesosok wanita cantik muncul dari kamar, dan dia mengucapkan salam padaku, hatiku bergumam ”apakah ini kak jamilah itu?”
”uci, kamu apa kabar, kemana saja ko jarang main ke sini, kakak kangen banget sama kamu”
”uci juga kangen sama kakak, maafin uci ya kak, uci baru bisa bersilaturahim sama kakak sekarang”
”iya gak apa-apa, kamu sekarang gimana kerja atau kuliah, ayo cerita dong sama kakak”
Aku gak tahu apa yang harus ku ceritakan, namun aku teringat tentang latief, lalu aku ceritakan tentang latief kepada kak jamilah, entah ceritanya yang emang benar-benar lucu atau gimana, tapi kak jamilah di buat tertawa-tawa karenanya.
Ketika kami sedang mengobrol, tiba-tiba datang seorang wanita yang membawa dua gelas air, dan beberapa makanan ringan.
”uci kemana saja, ibu senang akhirnya bisa mendengar jamilah tertawa-tawa seperti ini, kamu yang sering ya main ke sini temenin kak jamilah ya!”
”iya, InsyaAllah bu”

Setelah ibu kak jamilah pergi, lalu aku balik bertanya tentang cerita kak jamilah,.
”sekarang giliran kakak yang cerita”
Seketika itu wajah kak jamilah berubah menjadi murung.
”kakak, kakak...............................”
dia kemudian menangis, dan bersandar dalam pelukanku
’kakak kenapa?, kakak bisa cerita semua sama uci kak”
dia lantas melepaskan pelukannya, dan menarik napasnya dalam-dalam, kemudian dia mulai bercerita. Entah mengapa setelah aku mendengar cerita kak jamilah, ceritanya tidak jauh beda dengan cerita kak enda tentang ’sang langit” itu, cuman bedanya, kak jamilah bukan menutup hatinya untuk siapapun, tapi dia malu, dan dia tidak mau lagi memilih, karena pilihannya dulu telah mengkhianati kepercayaannya, tapi orang yang benar-benar bersungguh-sungguh mau menikahinya, dia lepas, dan akhirnya orang itu menikah dengan wanita lain. Sekarang dia pasrahkan kepada kedua orang tuanya untuk memilih yang terbaik untuknya.
”kakak yang sabar ya, uci ikut perihatin dengan apa yang menimpa kakak, tapi uci yakin semua pasti ada hikmahnya”
”uci kakak malu, kakak kecewa, kakak menyesal, kakak juga merasa dikhianati”
”kakak berkhusnudzon saja pada Allah, mungkin laki-laki itu bukan yang terbaik untuk kakak, ci yakin kakak bisa dapatkan yang lebih baik darinya”
”uci, kakak tidak mau memilih, karena kakak tidak mau lagi kecewa, apa kakak salah membiarkan orangtua kakak sendiri memilihkan yang terbaik untuk kakak?”
”enggak kak, sama sekali tidak salah ko, tapi...............”
”tapi, kenapa ci?”
”dengan begitu kakak sudah bersikap egois dong?”
”egois?, apa maksud kamu ci”
”iya, apa kakak tidak sadar, kakak selama ini selalu merasa bahwa kakak sendiri yang punya masalah, apakah kakak tidak berfikir tentang orang tua kakak”
”apakah mereka bahagia, bila melihat kakak terluka, sebaliknya apakah mereka akan sedih, bila melihat kakak bahagia?”
”engga ci, justru kebahagiaan kakak adalah kebahagiaan bagi mereka, dan kesedihan kakak, adalah kesedihan bagi mereka”
”kakak ingin melihat mereka bersedih, atau kakak ingin melihat mereka bahagia?”
”ya, ingin melihat mereka bahagia dong”
”kakak sudah mengertikan apa maksud uci? Sekarang kakak jangan murung, terus tunjukan kebahagiaan kakak pada mereka, buat mereka bangga pada kakak, lakukan yang terbaik yang bisa kakak lakukan dan terus semangat ya!!!!”
”uci, kakak bangga sama kamu, kamu sudah lebih dewasa sekarang, kakak jadi makin kagum sama kak endamu itu”
”apa, tadi kakak bilang apa?”
”engga ko, bukan apa-apa”
Rasa terharu menyelimutiku, ketika aku melangkahkan kembali kakiku untuk pulang. Kenapa baru sekarang aku bisa kenal dengan kak jamilah, kenapa uci tidak pernah cerita padaku tentang kak jamilah. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, atas keindahan yang Kau berikan untukku hari ini.
***
Aku seperti menemukan sosok ulfah dalam diri kak jamilah, aku juga merasa ketika aku di rumah kak jamilah, seperti aku sedang berada di istana cinta. Aku jadi punya teman dan punya rumah kedua lagi sekarang. Tapi ada yang aneh dengan sikap kak enda, semenjak aku dekat dengan kak jamilah, dia sering banget mengintograsiku, berpura-pura berwajah kejam, padahal aku tahu sepertinya ada sesuatu hal yang ingin dia cari tahu dariku, apa ini ada hubungannya dengan kak jamilah?.
Sedangkan dengan latief, dia mulai kelihatan lelah, terakhir dia menulis sebuah puisi untukku
kau adalah tempatku bersandar
tempatku bercerita
tempatku berbagi
tempatku berbahagia
tempatku bernafas
tempatku berkeluh kesah
dan tempatku mencari arti hidup
tapi aku akan melepasmu, jika itu bisa membuatmu bahagia.............
Hari jum’at sore, aku membuat masakan kesukaan kak enda, yaitu sayur lodeh dan ikan asin, aku bermaksud membaginya dengan kak jamilah, dengan izin kak enda, aku pun pergi mengantarkan sayur lodeh dan ikan asin itu pada kak jamilah, keasikan ngobrol, hingga aku tak sadar adzan magrib pun berkumandang, aku memutuskan untuk sholat magrib berjama’ah dulu dengan kak jamilah, baru aku akan pulang.
Kak jamilah menawarkan diri untuk mengantarkan aku pulang, tapi ketika aku hendak melangkah keluar, ku dengar suara pintu di ketuk, dan dari ucapan salamnya, seperti suara kak enda, dan benar saja, yang datang benar-benar kak enda.
”siapa ci”
”kakak lihat saja sendiri, siapa yang datang”
Seperti ada zimponi cinta yang mengalun terdengar dari hati mereka, ketika kedua mata mereka bertemu, rasa takjub seperti menyelimuti mereka, sehingga mereka terdiam untuk beberapa saat. walau pelan, dengan replek, mulut kak enda berkata ’sang langit’....................................................



...............bersambung.......................

Tidak ada komentar: