PERJALANAN CINTA VI
Mulut bisa saja berkata dusta
Tangan bisa saja tak bersuara
Tapi kita punya isyarat mata
Sebagai penerjemah semua
Ucu berusaha meyakinkan aku bahwa ’sang langit’ itu adalah kak jamilah, kalau aku pikir-pikir memang benar kak jamilah sama kak enda dulu memang pernah satu sekolah di SMP, tapi aku masih ragu akan hal itu, semoga saja semuanya akan semakin jelas aamiin. Sedangkan aku di sini aku benar-benar banyak belajar dari ulfah maupun dari anak-anak.
Hari-hari berlalu aku semakin betah tinggal di sini, perlahan aku makin memahami karakter ulfah dan anak-anak. Belakangan aku tahu anak-anak di belakang ulfah diam-diam mereka suka berjualan kue atau makanan ringan, sebelum berangkat sekolah mereka mengambil barang dagangannya dari pembuat kue dan makanan ringan yang rumahnya tak jauh dari istana cinta, di sela-sela waktu istirahat atau sebelum masuk kelas, mereka suka menjualnya ke teman-teman mereka, dari situ mereka mendapat keuntungan, dan hasil dari keuntungan itu, mereka tabungkan.
Aku jadi begitu kagum sama mereka, di satu sisi aku merasa malu pada diriku sendiri, terlintas dalam pikiranku untuk melamar kerja, tapi aku tidak punya keahlian apa-apa, lagi pula ijazah SMA ku di ciamis, kalau aku menyuruh ucu untuk mengirimkannya kesini, aku takut akan menyusahkan dia. Tapi aku harus berusaha dulu, aku tidak boleh menjadikan semua itu sebagai alasan.
Keesokan harinya, aku mulai menjalankan niatku, aku mulai melamar kesana kemari, ternyata mencari pekerjaan itu tidak semudah yang aku kira, walau itu hanya menjadi OB sekalipun, tetap saja harus pakai ijazah. Jadi, sekarang aku harus mencari pekerjaan, yang tidak harus pakai ijazah sebagai syarat diterimanya kerja. Pada akhirnya aku sampai pada pangkalan ojeg, samar kudengar katanya, juragan ojeg disana membuka lowongan kerja, mendengar ada lowongan kerja, aku langsung saja menuju kesana, tanpa berpikir panjang tentang pekerjaan apa yang nantinya akan kuterima. Sesampainya dirumah juragan ojeg itu, mulanya tukang ojeg itu menertawakan aku, tapi setelah aku tunjukan SIM yang aku punya, dia lantas menerimaku kerja.
Ternyata sesuatu hal yang kita dapatkan dengan susah payah, itu akan merasa sangat berharga, pikirku saat itu ”tak apalah menjadi tukang ojeg, yang penting aku bisa kerja, dan kerjaan itu halal”. Aku langsung memberitahukan kabar gembira itu pada ulfah, aku kira dia akan merasa gembira, mendengar kabar yang ku bawa, tapi perkiraanku salah, dia malah menarik nafas panjang dan membaca istighfar.
”Astaghfirullah ucu, jadi tukang ojeg?, apa tidak ada pekerjaan lain?”
”emang ada yang salahya dengan tukang ojeg, itukan pekerjaan yang halal”
”iya halal sich halal, tapi ucu kamu itu perempuan”
”emangnya kalau aku seorang perempuan, aku tidak boleh menjadi tukang ojeg?, siti aisyah r.a istri Rasul juga bisa berkuda dan memimpin perang ko”
”ucu, apa hubungannya dengan siti aisyah r.a? kamu pernah lihat berita-berita di TV tentang kejahatan-kejahatan pada zaman sekarang, kalo ada yang pura-pura jadi penumpang, lalu di tengah jalan yang sepi, dia mengeluarkan senjata tajam, dan merampas motor kamu. Masih mending segitu, kalau dia ngapa-ngapain kamu gimana?
”ulfah saudaraku sayang kamu lupa ya, aku bisa bela diri, insyaAllah aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku bisa mencontoh keperkasaan siti Aisyah r.a tersebut”.
Setelah debat panjang lebar, akhirnya ulfah setuju, walaupun dengan mimik muka yang masih cemberut.
Hari pertamaku menjadi tukang ojeg, kendalaku yang paling berat, aku masih belum mengetahui medan, biasanya penumpangku malah yang menunjukkan jalan, kendalaku yang lainnya adalah banyak sekali orang yang membicarakanku, atau meremehkan aku, mengejekku, bahkan ada yang menertawakan aku, ”masa seorang wanita berkerudung jadi tukang ojeg”. Aku tidak mau ambil pusing dengan omongan mereka, mereka berkata seperti itu, karena mungkin mereka baru melihat saja ada tukang ojeg, wanita, berkerudung lagi. Tapi aku yakin pasti ada hikmah dibalik ini semua.
Setoranku pada bos pertama kali, hanya sedikit, dan hasil yang aku dapat juga sedikit, tapi aku tidak boleh menyerah. Hari berikutnya aku mulai memiliki pelanggan, kebanyakan pelangganku, anak-anak, dan ibu-ibu, atau para remaja-remaja putri. Mereka selalu bilang aku tukang ojeg yang ramah. Mungkin ini yang harus aku pertahankan, kelebihanku yang tidak dimiliki oleh tukang ojeg lainnya, karena aku seorang perempuan, maka aku harus menjadi tukang ojeg yang ramah.
Alhamdulillah setoranku makin lama, makin bertambah sama si bos, ternyata juga jadi tukang ojeg bisa menambah saudara, contohnya ada seorang ibu-ibu yang pekerjaannya jadi tukang jamu, dia selalu minta diantar aku ketempat para pelanggannya, di sepanjang jalan dia selalu bercerita tentang keluarganya, atau tentang pelanggan-pelanggannya, aku merasa dekat dengan dia, dia menyuruhku untuk memanggilnya dengan sebutan ”mamah diah”.
Setelah aku bekerja, Alhamdulillah aku bisa memberi pada ulfah dan anak-anak, materi memang bukan segalanya, tapi materi itulah salah satu hal yang bisa membuat orang-orang yang kita sayang merasa bahagia.
Tapi ada apa gerangan dengan ulfah, mengapa setelah aku membelikan buku novel karya penulis paforitnya dia jadi sering kelihatan murung.
”ulfah saudaraku, apa yang sebenarnya kamu alami, kenapa belakangan setelah aku bellikan buku novel itu kamu sering kelihatan murung?”
”Alfi laelatul jannah adalah seorang penulis yang selama ini aku kagumi, aku suka semua tulisannya, semua karya-karyanya selalu bisa menyentuh hatiku. Ucu.................................................................”
”lho lho kenapa kamu malah menangis?”
”buku novel ini adalah kisah nyata hidupnya, dari mulai kecil sampai dia menjadi penulis hebat yang terkenal seperti sekarang ini”
”iya, terus kenapa kamu menangis”
”kisahnya begitu menyedihkan, dan aku tidak mengira bahwa sesungguhnya dia adalah seorang tuna netra”
”Subhanallah.......................................”
”iya, kamu harus baca novelnya”
***
Akupun membaca novel karya Alfi Laelatul Jannah tersebut, sejak kecil dia dibuang oleh orang tuanya ke panti asuhan, orang tuanya sangat miskin, jadi mereka merasa tidak mampu untuk merawat beliau yang tunanetra. Beruntung di panti asuhan itu beliau dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasihsayang, walau beliau tidak bisa melihat tapi beliau bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Disana beliau mempunyai sahabat, disana juga beliau punya saudara. Ketika usia belaiu 15 tahun, belaiu mulai suka menulis, bakat itu mulai terlihat saat panti mengadakan lomba menulis, dan beliau sebagai pemenangnya, walaupun tulisannya berupa huruf braille.
Bunda di panti menyalurkan bakat yang dimiliki beliau, beliau di kuliahkan di fakultas sastra, disana selain beliau bisa mendalami ilmu pengetahuan, beliau juga dapat menemukan teman-teman yang memiliki bakat yang sama, dengan itu beliau bisa bertukar pikiran, sehingga beliau lebih mendalami kemampuan yang beliau miliki.
Tragedi itupun terjadi, selepas pulang kuliah, dengan tongkat putih yang selalu menemani beliau, ditengah perjalanan ada seorang laki-laki yang menyeret beliau, dan membawa beliau ke suatu tempat, laki-laki biadab itu benar-benar tidak berperikemanusiaan, beliau dibius sampai akhirnya pingsan. Ketika beliau terbangun, beliau mendapati rasa nyeri disekujur tubuhnya, dan merasakan darah yang segar keluar dari kemaluannya. Pikirannya menerawang, membayangkan apa yang sudah terjadi pada dirinya, beliau menangis sejadi-jadinya, beliau berteriak meminta tolong, tapi apa daya semuanya telah terjadi. Dari indra pendengarannya, beliau tahu bahwa orang-orang mulai berdatangan, diantara mereka ada yang berbisik-bisik ”kasihan sudah buta, ada yang memperkosa, siapasih laki-laki bejat yang tega melakukan ini semua”.
Pembicaraan orang-orang itu terngiang-ngiang ditelinganya, perlahan semangat hidupnyapun luntur, beliau merasa sangat hina, beliau hanya mengurung diri dikamar, impiannyapun menjadi seorang penulis hebat sirna sudah. Orang-orang dipanti tidak bisa berbuat apa-apa untuk memulihkan kondisi kejiwaan yang beliau hadapi, pelaku pemerkosa itupun sulit ditemukan, selain tidak ada saksi, beliau juga enggan diperiksa oleh polisi.
Hanya tongkat putih itu yang menjadi saksi bisu, siapa sebenarnya si pemerkosa itu. Penderitaan beliau tidak cukup sampai di sana, dua minggu dari kejadian itu, beliau sering muntah-muntah, awalnya orang-orang panti mengira itu hanya gejala mag, karena sejak kejadian pahit yang menimpanya, beliau jadi jarang makan, tapi betapa kagetnya beliau, ketika beliau sadar, bahwa beliau sudah telat satu minggu tidak menstruasi. Bunda panti melakukan tes kehamilan, dan hasilnya beliau positif hamil.
Beliau berfikir begitu berat beban hidup yang beliau hadapi, sampai menganggap bahwa Allah begitu tak adil padanya, beruntung nasihat dari orang-orang panti, kesabaran mereka, membuat akhirnya dirinya sadar, dan berusaha menata hidupnya kembali, bagaimanapun anak dalam kandungannya tidak berdosa, anak itu adalah titipan Allah yang harus beliau jaga, beliau bertekad bangkit dari keterpurukannya, dan berusaha meraih sukses demi masa depan anaknya nantinya.
***
Aku menangis membaca sebagian dari novel itu, dan segera aku kembalikan lagi pada ulfah.
”lho ko, dikembalikan, emang sudah tamat bacanya?”
”belum, aku tidak akan sanggup melanjutkannya”
”tapi kamu harus baca semua ucu”
”ya, sudah kamu saja yang baca akhir ceritanya”
”akhir ceritanya lebih sedih lagi, ternyata diam-diam dikampusnya ada seorang laki-laki yang begitu mengagumi beliau, laki-laki itu begitu kagum dengan ketegaran beliau, laki-laki itu juga kagum dengan kerendahan hati beliau, laki-laki itu begitu perihatin dengan apa yang dialami beliau, dan dia berniat menikahi beliau”
”subhanallah, terus?”
”tapi, orangtua laki-laki itu yang tidak menyetujuinya”
”terus, pada akhirnya beliau menikah dengan laki-laki itu?”
”pada akhirnya beliau menikah dengan laki-laki itu, tapi ternyata orangtuanya, memberikan syarat kepada anaknya, jika benar-benar mau menikah dengan beliau”
”apa tuch syaratnya?”
”laki-laki itu boleh menikah dengan beliau, asal setelah anak dalam kandungan beliau lahir, anak itu harus dibuang”
”apa? terus apakah suami beliau menepati janjinya pada orang tuanya”
”iya, anak itu benar-benar dibuang entah kemana”
”Astaghfirullah, terus bagaimana dengan kelanjutan rumahtangganya, apakah beliau punya anak lagi dari suaminya”
”alhamdulillah, beliau sekarang punya dua orang anak dari suaminya, satu laki-laki dan satu perempuan, dan alhamdulillah keduanya normal”
”alhamdulillah”
”kamu harus baca catatan terakhir dalam novelnya yang begitu menyentuh”
Untuk matahari mamah yang terbuang:
Maafkan mamah,
Tak pernah ada niat dalam hati mamah untuk membuang kamu
Keadaan yang membuat kita terpisah
Tapi mamah yakin ikatan batin kita begitu sangat kuat
Bila kamu membaca ini,kembalilah pada pelukan mamah
Mamah sangat merindukanmu.................................
”ulfah, kenapa kamu menangis?”
”aku merasa punya ikatan batin yang sangat kuat dengannya ucu, aku ingin bertemu dengannya dan memeluknya sekali saja, belakangan aku sering memimpikan beliau, dalam mimpiku, beliau melambai-lambaikan tangannya, dan berkata ”kembalilah anakku”.
Aku tertegun beberapa saat,.................................
”mungkin itu hanya mimpi biasa saja, kamu yang tersentuh dengan kisah beliau, sehingga terbawa mimpi”
”bukan kali ini saja ucu, semenjak aku membaca tulisan-tulisannya yang lain, aku merasa punya ikatan batin yang kuat dengannya”
”kamu sudah shalat istikharah meminta petunjuk pada Allah?”
”sudah, dan aku benar-benar yakin ingin bertemu dengannya, nanti bila anak-anak libur sekolah, dan kamu harus mengantarku ya?”
”iya InsyaAllah”
Subhanallah, apa ini sebuah kebetulan, atau merupakan sebuah petunjuk dariMu Ya, Allah....................... Apapun itu, aku tidak ingin memutuskan harapan ulfah kali ini , aku harus memenuhi keinginannya, untuk mengantarnya menemui penulis yang dikaguminya Alfi Laelatul Jannah.....................
..................................Bersambung.........................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar