Rabu, 18 Mei 2011

PERJALANAN CINTA I


PERJALANAN CINTA I
Aku hanya sang peri yang menyadari kekurangan diri Tak ingin seorangpun tersakiti Aku memutuskan untuk pergi Dan mungkin tak akan kembali Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru kemarin aku masuk SMA, tapi sekarang aku harus meninggalkan sekolahku tercinta, aku harus berpisah dengan sahabat-sahabatku tersayang, namun ada perasaan lega di hatiku, karena aku telah sampai pada waktu yang di janjikan ayah dan ibu, untuk menjawab semua pertanyaan yang menyebabkan hatiku bimbang. Sejak kecil aku selalu di sebut sebagai anak pungut oleh teman-temanku, kadang oleh tetanggaku, bahkan terkadang oleh saudara ayah dan ibu tapi ketika di tanyakan kepada ayah dan ibu, mereka selalu menjawab bahwa semua itu bohong, aku benar-benar anak kandung mereka. Pikiranku yang waktu itu masih kanak-kanak percaya begitu saja sama ucapan ayah dan ibu, tanpa keraguan sedikitpun, karena yang kurasakan kasih sayang ayah dan ibu begitu besar terhadapku. Tapi ketika aku beranjak dewasa aku mulai menimbang-nimbang dan mulai memikirkan semuanya, mengapa mereka mengatakan aku anak pungut kalau tidak ada penyebabnya, memang kalau di lihat dai silsilah keluarga ayah, kebanyakan mereka kalau anak laki-laki tidak punya anak, kalau anak perempuan mempunyai anak. Seperti uwa fatih dan uwa nasir keduanya tidak memiliki anak, cuman ayah saja anak laki-laki yang mempunyai anak, ketika aku tanyakan kepada uwa atau bibi mereka kebanyakan tidak mau menjawab. Tapi suatu hari aku pernah mendengar percakapan uwa zuleha dengan uwa unah istri dari uwa fatih dan uwa nasir yang berkata”seandainya suami kita tidak mandul, mungkin kita sudah mempunyai anak yang banyak sekarang”. Kakek dan nenek dulu selalu bilang, kalau ayah adalah anak laki-laki mereka yang beruntung karena di beri amanah oleh Allah untuk menjaga aku, bukankah semua anak itu juga merupakan amanah dari Allah, untuk selalu di jaga?, tapi kenapa mereka tidak menyebutkan hal yang sama kepada bi nur dan bi yati, padahal bi yati dan bi nur juga sama-sama anak mereka yang mempunyai anak pula. Kata ”beruntung” itu seolah mengundang tanda tanya besar dalam pikiranku. Bila aku tertidur dalam pangkuan nenek, nenek selalu mengusap kepalaku, walau dengan suara pelan ia berkata ”anak yang manis, kasih sayangku padamu melebihi kasih sayangku pada cucu kandungku sendiri”. Dan hari ini ayah dan ibu berjanji akan menceritakan sejujur-jujurnya tentang siapa aku sebenarnya. Ada rasa takut yang menyelimutiku, akankah yang mereka katakan itu benar?, ataukah itu hanya kebohongan saja, kasih sayang ayah dan ibu terlalu besar bila hanya untuk di berikan kepada anak angkat, atau jiwa sosial yang begitu tinggi yang ada dalam diri mereka, sehingga tak tampak sedikitpun kebencian atau keterpaksaan yang ku rasa selama ini. Alangkah beruntungnya aku, bila aku benar-benar anak mereka, mereka mendidik anak dengan sepenuh hati, namun mereka juga tidak terlalu memanjakan aku, sehingga aku tidak menjadi anak pembangkang. Setelah sampai di rumah, di sana sudah tampak ibu dan ayah yang sedang menungguku di ruang keluarga, ku ciumi tangan mereka dengan penuh kasih, mereka membalas dengan mengusap kepalaku dengan penuh kasih pula. ” Ya, Rabb siapapun mereka, orang tua kandungku atau bukan, syukurku kepadaMu yang telah menganugrahiku orang-orang seperti mereka untuk menjaga dan merawatku sampai sebesar ini”. ”Duduk nak!” Suara ayah mengagetkanku, aku pun langsung duduk di sebelah ibu. ”seperti janjiku kepadamu, bahwa hari ini kami akan menceritakan kepadamu, siapa kamu sebenarnya” Ayah tampak menarik napas panjang, seolah-olah hal sangat beratlah yang akan di ucapkan. Ibu nampak menundukkan kepala, beliau seakan pasrah bahwa hal yang paling beliau takutkan akan benar-benar terjadi. ”sebenarnya berat bagi kami untuk mengatakan ini, tapi bagaimanapun kamu berhak mengetahui semuanya........................................... Keluarlah cerita itu dari mulut ayah, tentang aku yang sebenarnya bukan anak kandung mereka, tentang aku yang di temukan di pinggir jalan setelah kecelakaan mobil sedan yang merenggut nyawa siapapun penumpang yang ada di dalamnya, mereka beranggapan bahwa hanya aku saja yang selamat dari kecelakaan itu. Ibu lalu menunjukkan kepadaku sesuatu. ” apa ini bu?” ”itu pakaianmu dulu, sewaktu ibu menemukanmu, waktu itu kamu masih seorang bayi yang sangat mungil, nama kamu juga di ambil dari pakaian ini ”ucu nikmah mujahidah”. Itu nama yang tertera di dalam bajumu ini, sebuah nama yang sangat indah yang telah di berikan oleh orang tua kandungmu” Aku hanya bisa menangis mendengar semua itu, aku ingin memeluk ibu dan menagis dalam pelukannya, tapi apakah masih pantaskah aku, padahal sekarang aku tahu bahwa aku bukan putri kandung ibu. ”bagi kami, kamu tetap putri kami yang paling kami sayangi, putri kandung atau bukan, itu bukan hal yang penting. Kami memberitahukan kebenaran ini, bukan agar kamu pergi dari kehidupan kami, tapi agar supaya kamu tahu siapa keluarga kamu sebenarnya, sekarang kami memberikan kebebasan kepadamu untuk memilih, apakah kamu akan tetap di sini dan semua berjalan seperti biasa, tak ada perubahan, ataukah kamu akan mencari tahu keluarga kamu sebenarnya?” Aku tertegun sesaat, sepantasnya aku memilih pilihan yang pertama, tapi hati kecilku berkata lain, ada sesuatu hal yang ingin ku ketahui dalam diriku, yang tak bisa ku mengerti, mungkin setelah aku tahu siapa keluarga aku sebenarnya, aku akan mengetahui jawabannya. ”ayah, ibu, ucu begitu sayang sama kalian, kalian begitu besar jasanya untuk ucu, sampai kapanpun ucu tak mungkin membalas semua kebaikan kalian, tapi ucu ingin mengetahui siapa keluarga ucu sebenarnya, jika kemungkinan besar mereka sudah meninggal, maka izinkan ucu untuk berziarah ke makam mereka. ”iya sayang, baiklah kalau itu mau kamu, mungkin ini bisa di jadikan petunjuk” ”maafkan ucu bu, ucu belum bisa berbakti pada ayah dan ibu” ”gak sayang, kamu gak perlu minta maaf, justru kamu adalah kado termanis yang Allah berikan untuk kami” ”ucu harus mencari ke mana keluarga ucu bu?” ”ke ciamis nak, karena dulu mobil yang kecelakaan itu, berasal dari ciamis.besok pagi-pagi ayah dan ibu akan mengantarkanmu ke terminal, kamu sekarang siap-siap ya sayang” ”ciamiskan luas bu, apakah ibu yakin ucu akan menemukan keluarga ucu, dengan berbekal baju ucu waktu masih bayi saja?” ”kamu harus yakin pada Allah, semuanya mudah bagi Allah nak, ibu dan ayah akan selalu mendo’akanmu, semoga perjalanan kamu untuk menemui keluarga kamu di beri kemudahan oleh Allah SWT aamiin”. *** Keesokan harinya, aku di antar ibu dan ayah ke terminal lewi panjang, cicaheum, bandung. Berat rasanya harus berpisah dengan mereka, tapi aku punya ke yakinan Allah pasti punya rencana lain di balik ini semua. Tak dapat ku lukiskan betapa merasa nyamannya aku dalam pelukan ibu, namun aku harus melepasnya. Ibu lalu menghapus air mataku, dan berkata ”pergilah sayang, do’a kami akan selalu mengiringi setiap langkahmu”. Ku cium tangan mereka, ku lambaikan tangan saat ku naiki bis menuju ciamis jawa barat. Bis melaju pergi hingga wajah mereka tak terlihat lagi, tapi entah mengapa dengan replek lidahku berucap ”berhenti............” , aku lantas berlari mengejar ayah dan ibu, namun aku tak mampu mengejarnya, aku menangis begitu keras, hingga orang-orang di sekelilingku merasa heran dan bertanya ada apa?. Ada seseorang yang menuntunku untuk duduk dan mencoba menenangkan aku, namun entah mengapa air mataku semakin deras keluar, aku mencoba menahannya dan menata hatiku, ” ya, Rabb. Mengapa aku suka seperti ini, menangis tanpa henti, seolah merasakan rasa sakit yang di rasakan oleh belahan jiwaku, yang entah di mana keberadaannya”. Tiba-tiba seorang laki-laki yang kira-kira berusia 25 tahun datang mendekatiku, lalu memelukku, lalu berkata ”maaf sayang, kakak biarkan kamu menunggu, ayo sekarang kita pulang”. Dengan isak tangis yang tak bisa ku hentikan, di tambah dengan kedatangan seorang laki-laki yang tiba-tiba memelukku dan berkata bahwa dia adalah kakakku membuatku merasa bingung, apa mungkin ini orang jahat yang mengaku-ngaku sebagai kakakku, tapi dari tatapan matanya, dari perlakuannya, apa lagi dengan rasa nyaman yang ku rasa, sepertinya aku punya ikatan batin dengannya. ”aku mau ke ciamis ” ”kamu jangan bercanda sama kakak, ya iyalah kita mau pulang ke ciamis, sudah berhenti nangisnya, kan kakak sudah ada di sini” Entah mengapa seketika itu juga air mataku berhenti keluar, ” ya, Rabb. Siapa orang ini, apa dia adalah saudara aku?, ya, Allah lindungilah aku selalu aamiin” ± 3 jam bis melaju, dan akhirnya aku sampai di ciamis. di terminal ciamis aku masih bingung arah mana yang harus ke tempuh, aku tak tahu harus pergi ke mana, tapi laki-laki ini tak pernah melepaskan aku, aku terus di bawanya sampai menuju rumahnya di ciharalang, ciamis. Mulanya aku berniat untuk meminta bantuan saja padanya, siapa tahu dia bisa menjadi petunjuk untuk mempertemukan aku pada keluargaku. Ketika ku masuk ke rumahnya, seketika itu juga mataku tertuju pada sebuah foto yang wajahnya sangat mirip dengan ku. ”ini siapa?” ”uci nikmah mujahidah, hallow..........inikan foto kamu, baru di bawa berlibur ke rumah paman selama seminggu juga, ko kamu mendadak jadi eror gini sayang, kenapa?” ”aku.....aku.........” ”sudahlah sayang, mungkin karena kamu kecapean kali ya, ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu ke kamar, ayo kakak anterin ke kamar kamu”. Alangkah takjubnya aku, tatkala aku lihat di kamar ada foto dua bayi yang memakai pakaian yang persis sama seperti yang aku pakai dulu, ketika aku di temukan dulu oleh ayah dan ibu, aku lalu mencocokkan foto itu dengan baju yang ku bawa, ternyata benar-benar sama. Subhanallah apakah aku memiliki saudara kembar dan laki-laki itu benar-benar kakak kandung aku, lalu kalau sekarang aku di sini, lalu saudara kembarku di mana sekarang?, aku cepat-cepat mengambil handphone dan menelpon rumah, dan ternyata yang mengangkat adalah ibu. Aku menutup mulutku dengan harapan ibu tak mengenali suara aku. ”assalaamu’alaikum, bisa bicara dengan ucu” ”wa’alaikum salam.wr.wb maaf ucunya lagi sibuk, neneknya lagi sakit, jadi gak bisa di ganggu” tut...tut..tut...ibu langsung menutup telfonnya, sekarang aku merasa lega, kalau saudara kembarku berada di tempat yang aman. Alhamdulillah Allah mempermudah aku dalam perjalananku menemui keluargaku, sekarang aku tahu bahwa aku masih punya kakak dan saudara kembar yang bernama uci. Pantas saja selama ini terkadang aku merasa ada sebagian jiwaku yang hilang, aku suka menangis tanpa henti tanpa tau penyebabnya, kadang aku juga merasa bahagia juga tanpa tau penyebabnya. Bila di tanya perasaanku sekarang seperti apa, aku merasa bahagia dan lega, mungkin saudara kembarku uci juga merasakan hal yang sama.

............................bersambung............................

Created By : Ade Ita fatimah

Tidak ada komentar: