Jumat, 27 Mei 2011

PANGERAN IMPIAN II

PANGERAN IMPIAN II

Bimbang di antara dua pilihan

Kalian adalah matahari dan rembulan

Memberi cahaya memberi keindahan

Mengajarkan arti kehidupan

Tiga tahun berlalu, tak kunjung ku temukan jawaban itu, mamah tetap tidak mau menjawab, bila aku bertanya kepada teman mamah, yang aku tahu mamah tidak punya teman dekat, mungkin aku harus bertanya kepada bunda, karena bundalah saudara kandung mamah satu-satunya.

Kata mamah, bunda akan hadir pada acara perpisahan nanti, ya Allah betapa kangennya aku pada bunda setelah hampir sepuluh tahun aku tidak bertemu dengannya, apakah bunda akan pangling melihat keadaannku sekarang, bagaimana kabar ayah dan adik-adik di sana, mungkin adik lala sudah kelas 1 SMA sekarang, adik caca mungkin sudah kelas 2 SMP sekarang dan si bungsu wawa pasti baru kelas 3 SD, semoga mereka semua baik-baik saja aamiin.

Acara perpisahan itupun tiba, di samping aku sangat sedih karena berpisah dengan teman-teman yang selama enam tahun kita bersama-sama, segala hal kita lakukan bersama-sama, kita sudah seperti sebuah keluarga, tapi aku juga merasakan bahagia karena aku bisa bertemu lagi dengan bunda.

Rasa damai menyelimuti hatiku, saat ku lihat senyum tulus bunda, dan ucapan bunda yang mengatakan ”rara anakku”, aku langsung berlari dan memeluk bunda dan serasa tidak ingin melepasnya lagi, tidak terasa air mataku terus meleleh membasahi kerudung bunda.

”kamu sudah besar nak, bunda kangen sekali sama kamu”

”rara juga bunda, rara juga kangen sekali sama bunda”

rasa marah yang ada di benakku waktu itu karena bunda tidak kunjung menjemputku, kini lenyap sudah, yang ada hanya rasa syukur yang tiada tara.

”bunda, mana mamah sita, ko dia tidak datang bunda, apa dia sakit?”

”apa rara, kamu memanggil tante sita apa?”

”mamah bun, memang kenapa bunda, bunda keberatan?”

”tidak, mungkin telinga bunda belum terbiasa mendengarnya”

”bunda, bagaimana kabar ayah dan adik-adik, apa mereka semua baik-baik saja bunda?”

”alhamdulillah mereka semua baik-baik saja, kamu kangen tidak sama mereka?”

”tentu bunda, rara kangen sekali sama mereka”

”kalau begitu kamu tenang saja, karena sebentar lagi kamu akan bertemu dengan mereka”

”maksud bunda apa?”

”iya, karena kamu akan segera pulang, bunda ke sinikan untuk menjemputmu, memangnya tantemu belum cerita?”

”belum, mamah sita hanya bilang, bahwa bunda akan hadir di acara perpisahan begitu saja”

”oh, mungkin tantemu lupa, kamu sudah selesaikan acaranya, ayo sekarang kita segera pulang”

”pulang ke rumah mamah sita?”

”bukan, ya ke rumah kita”

”tapi bunda, rara ingin bertemu dulu dengan mamah sita”

”tidak bisa rara, waktu bunda sangat sedikit, ayo kita segera pulang!”

bunda terus menarik tanganku, dan mengajakku untuk masuk ke dalam mobil.

”bunda kalau bunda tidak mengizinkan aku bertemu dulu dengan mamah sita, bolehkah rara berbicara dengannya di telefon?”

”baik, ayo sekarang kita pergi, biar nanti di jalan kita menelefon tante sita”

aku begitu sayang sama mamah sita, aku tidak ingin berpisah dengannya, tapi di sisi lain aku tidak mungkin menolak keinginan bunda.

Telefon mulai tersambung dengan mamah sita, terdengar suara serak mamah sita di sana, sepertinya dia sudah menangis.

”assalaamu’alaikum mamah”

”wa’alaikum salam wr.wb sayang, bagaimana acaranya tadi lancar?”

”alhamdulillah mamah lancar, kenapa mamah tidak hadir tadi?”

”mamah, mamah tidak akan sanggup nak”

”tidak akan sanggup kenapa?”

”mamah tidak akan sanggup bila harus berpisah denganmu nak”

”rara juga mamah”

lama kami tidak saling bicara, hanya ada suara isak tangis, yang bila terdengar oleh siapa saja, akan membuat hatinya teriris.

”mamah...................”

”iya sayang........”

”rara pulang dulu, terimakasih untuk semuanya, rara sayang banget sama mamah, mamah selalu jaga diri baik-baik ya mamah!”

”iya sayang...........”

”mamah sudah jangan menangis, rara pasti akan sering ngasih kabar sama mamah, rara juga sesekali akan datang menjenguk mamah”

”iya, sayang.............”

klik..telefon di tutup, sepanjang perjalanan aku hanya bisa diam dan tak henti-hentinya air mata ini meleleh. Mobil terus melaju meninggalkan kota cirebon jawa barat.

Astaghfirullah...................aku begitu terkejut saat mobil di rem mendadak oleh pak gani supir pribadi mamah.

”Astaghfirullah, ada apa gani?”

”itu bu, ada motor yang berhenti mendadak di depan”

motor itu kemudian mendekat, sepertinya aku tidak asing dengan wajah itu, dan ketika ku lihat wanita yang dibelakangnya, dia turun dengan menggunakan tongkat, ya Rabb...........itu mamah sita, aku segera turun dari mobil dan berlari ke arah mamah sita.

”mamah mau ikut kami ke bandung mah?”

”tidak sayang, mamah ingin mencegah kamu, supaya kamu tidak pergi”

bunda keluar dari mobilnya dan menghampiri kami

”apa kamu bilang sita, kamu mau mencegah rara pergi, memangnya kamu pikir rara itu anak siapa?, dia anak aku sita, aku yang mengandung dan melahirkannya, lagi pula, aku rasa sudah cukup aku membiarkan kamu bersama rara selama sepuluh tahun ini, apa kamu belum merasa puas?”

”justru itu kenapa mba mengirimkan rara untuk menemani hidupku, padahal aku sudah terbiasa dengan hidup sendiri, sekarang aku sudah terlanjur menyayanginya, aku merasa sudah memilikinya, aku tak mungkin melepasnya begitu saja”

aku benar-benar tidak bisa berfikir waktu itu, aku merasakan rasa sakit yang teramat dalam, aku menyaksikan dua orang yang aku sayangi bertengkar gara-gara aku.

”bunda............................mamah................”

sejenak mamah dan bunda berhenti bertengkar.

”bunda maafkan rara, mamah maafkan rara, gara-gara rara kalian jadi bertengkar seperti ini”

”tidak nak, ini bukan salah kamu, memang tante kamu saja yang tidak tahu diri”

”bunda jangan bicara seperti itu sama mamah sita, sebagai saudara kandung mamah sita, seharusnya bunda lebih peka terhadap perasaa mamah sita”

”dengarkan apa kata rara, lagi pula kamu kan masih punya anak-anak yang lain, mengapa kamu harus mengambil milikku satu-satunya?”

bunda dan mamah kembali lagi bertengkar.

”sekarang kita serahkan keputusannya kepada rara, dia mau memilih ikut aku, atau tetap denganmu di sini”

”baik, itu usulan yang bijak”

mereka berdua kemudian memandangiku.

”rara, sekarang kamu mau memilih bunda atau tante sita?”

”bunda jangan berbicara seperti itu, rara sayang sama kalian, rara tidak mungkin memilih di antara kalian berdua”

aku terdiam cukup lama, ku pandangi mata mereka satu persatu.

”rara, jika kamu ikut mamah, mamah akan jawab pertanyaan kamu itu”

”rara, apa kamu tidak merasa kangen pada ayah dan adik-adikmu?”

aku lantas melangkahkan kaki menuju bunda.

”rara kamu tega, jadi kamu lebih memilih bunda kamu, kamu telah menyakiti hati mamah.”

mendengar kata-kata mamah sita, akupun langsung berbalik dan menghampiri mamah sita.

”jadi kamu lebih memilih tante sitamu itu dari pada bunda, kalau begitu sia-sia saja bunda datang kesini, kamu telah menyakiti hati bunda”

dadaku terasa begitu sesak, mendengar kata-kata itu, kepalaku pusing mungkin karena menahan rasa sakit, dan air mataku tidak henti-hentinya meleleh. Aku kemudian ambruk dan berlutut di tengah-tengah bunda dan mamah.

”sesungguhnya bukan mamah yang merasakan sakit, bukan bunda yang merasakan sakit, tapi yang paling merasakan sakit itu adalah rara, rara begitu menyayangi kalian, rara tak mungkin memilih di antara kalian, rara mohon mengertilah!”

rasa iba terlihat di wajah mereka berdua, merekapun lantas mendekat dan memelukku.

”kamu benar sayang, maafkan kami telah menyakitimu, mamah dan bundamu tidak sepantasnya berperilaku seperti ini”

kata-kata mamah barusan, seperti oase yang menyejukkan hatiku, begitu damainya aku berada dalam pelukan mereka, mereka pun saling meminta maaf, dan mamahpun mengikhlaskan aku untuk pergi bersama bunda.

Jawaban itu masih menjadi sebuah misteri, aku malah harus meninggalkannya sebelum sempat aku memecahkannya , tapi aku yakin bila aku kembali nanti, aku pasti sudah menemukan jawabannya.

....................bersambung...................................

Rabu, 25 Mei 2011

Khusnul Khotimah

Opick - Khusnul Khotimah

terangkanlah.. terangkanlah..
jiwa yang berkabut langkah penuh dosa
bila masa tlah tiada
kereta kencana datang tiba-tiba

airmata dalam luka tak merubah ceritanya
hanya hening dan berjuta tanya
dalam resah dalam pasrah

terangkanlah.. terangkanlah..
hati yang mengeluh saat hilang arah
detik waktu yang memburu
detik yang tak pernah kembali padaMu

terangilah.. terangilah..
bimbing kami dalam langkah
ampunilah.. maafkanlah..
dosa hidup sebelum di akhir masa

ya Allah biha ya Allah biha
ya Allah bi khusnul khotimah
ya Allah biha ya Allah biha
ya Allah bi khusnul khotimah

PANGERAN IMPIAN I

PANGERAN IMPIAN I

Kekuranganmu merupakan kelebihan untukku

Keterbatasanmu merupakan kebanggaan untukku

Bagiku kamu adalah sosok paling istimewa

Yang dikirimkan Tuhan untuk menemaniku

Ini April ke empat yang dijanjikan bunda untuk menjemputku, aku merasa semua ini tidak adil untukku, mengapa bunda seolah membuang aku, mengapa bunda seolah mengasingkan aku ke tempat ini, ingin rasanya aku berontak, tapi apa daya aku hanya seorang perempuan lemah, aku masih terlalu kecil untuk melawan semua keinginan orang tuaku.

Bersama tante aku tidak diberi kebebasan sama sekali, waktu untukku main sangat sedikit, aku di paksa belajar, membantu semua pekerjaan rumah, aku harus mencuci bajuku sendiri, menyetrika bajuku sendiri. Semua pekerjaan ini belum pernah aku lakukan di rumah bunda. Bersama bunda aku selalu diberi kebebasan, semua pekerjaan rumah di lakukan oleh bi sumiati, tapi sejak bunda melahirkan anak yang ke empat, dan bunda di sibukkan dengan urusan bisnisnya, aku sebagai anak pertama terpaksa harus bunda titipkan kepada tante sita.

Tak terasa sudah empat tahun di sini, segitu sibuknyakah bunda, sehingga bunda tidak kujung menjemputku, aku begitu merindukan bunda, adik-adik, ayah dan semua yang ada di rumah. Di sisi lain aku mearasa begitu terpaksa berada di sini, tapi entah mengapa aku begitu menikmatinya, aku merasa tante sita adalah sosok bunda yang selama ini aku inginkan, walau tante sita suka memaksakan kehendak, suka mengatur-ngatur, tapi dia begitu perhatian dan yang paling penting dia mencurahkan kasih sayangnya hanya untukku. Beda waktu aku bersama bunda, walau aku diberi kebebasan, tapi aku kurang perhatian bunda, karena bunda sangat sibuk, dan kasih sayang bunda harus dibagi kepada adik-adik.

Selain terpisah dengan keluarga, aku juga terpisah dengan sahabat-sahabat di sekolahku, aku harus pindah sekolah dan sekolah disini, berkat peraturan yang ditetapkan tante, di sini aku menjadi siswa yang berprestasi, aku selalu masuk tiga besar, bahkan pelajaran yang dulunya sangat aku benci, dengan latihan dan dukungan tante sita aku jadi menyukainya.

***

Perlahan aku mulai menyayangi tante sita, tante sita juga menyukai perubahan-perubahan dalam sikapku, kini dia tidak perlu ingatkan aku ini itu, menyuruhku ini itu, karena dengan sendirinya aku sudah melakukannya. Tak terasa sebentar lagi aku akan keluar dari SD, aku serahkan sepenuhnya kepada tente sita aku harus melanjutkan sekolah kemana.

Tak pernah ku duga ternyata tante sita memasukkan aku ke sebuah madrasah tsanawiyah yang berbasis pesantren, selain bersekolah aku juga harus mondok disana. Aku begitu keberatan dengan keputusan tante sita, apa bedanya tante sita dengan bunda, tante sita juga membuang dan mengasingkan aku, tante sita tetaplah tante sita walaupun aku sudah merengek-rengek supaya dia membatalkan rencananya, tapi dia tetap saja bersikukuh pada keputusannya.

Awal mula aku masuk pesantren, aku merasa sangat-sangat tidak kerasan, peraturan yang dibuat oleh pesantren itu lebih banyak dari pada peraturan yang dibuat oleh tante sita, tak ada lagi waktu untuk bermain, waktuku digunakan untuk sekolah, belajar dan mengaji, di pesantren juga aku dididik untuk lebih mandiri lagi.

Tante sita mengunjungiku setiap seminggu sekali, untuk sekedar melihat keadaanku atau memberikan bekal, aku tidak pernah diperbolehkan pulang kerumahnya, kecuali atas alasan sakit atau keperluan yang sangat mendesak, begitu teganya tante sita kepadaku, tapi tante sita suka berkata ”semua ini demi kebaikanmu sayang”.

Di pesantren aku bisa menemukan banyak hal baru, sahabat-sahabat baru, terutama aku bisa merasakan indahnya kebersamaan, kita seperti sebuah keluarga yang saling menyayangi karena Allah. aku mulai merasa aku begitu beruntung berada di temapat ini.

***

Tiga tahun berlalu, teman-teman sudah mulai membicarakan kemana kita akan melanjutkan pendidikan, apakah akan tetap di sini, atau melanjutkan ke sekolah yang lain. Tante sita menyerahkan semua keputusan kepadaku, apa benar aku sudah dianggap dewasa untuk menentukan pilihanku sendiri. Mengapa di saat aku masih kecil aku tidak suka dipaksa-paksa dan ingin menentukan pilihanku sendiri, tapi sekarang di saat aku di beri kebebasan untuk memilih, aku malah bingung, dan beranggapan lebih baik dipilihkan dari pada memilih sendiri, karena apapun yang dipilihkan tante sita, itu pasti yang terbaik untukku.

”rara, kenapa kamu diam saja nak?”

”rara bingung tante, rara kerasan disini, tapi rara juga ingin mencari pengalaman baru, rara juga rindu sekali sama bunda, ayah dan adik-adik”

”ya sudah sekarang kamu telefon saja dulu bunda, minta pendapat beliau seperti apa ya !”

”tapi tante......................”

”tapi apa?”

”apakah bunda masih ingat sama aku”

”Innalillahi rara kenapa kamu ngomong seperti itu? tentu saja mereka masih ingat kamu dan begitu merindukan kamu, ayo sekarang coba kamu telefon bunda”

Tut...tut...tut... telefon mulai tersambung, tapi tidak kunjung diangkat juga oleh bunda.

”tante, bolehkah rara mengajukan permohonan?”

”tentu saja, apa itu sayang?”

”bolehkah rara menyerahkan semua keputusannya sama tante, kemana rara akan melanjutkan sekolahku?”

”apa kamu benar-benar serius dengan ucapan kamu ini nak?”

”iya, tante”

”kalau menurut tante, untuk memantapkan ilmu yang kamu punya, lebih baik kamu tetap disini melanjutkan sekolah dan pesantrenmu disini”

”baiklah tante, aku akan tetap disini, terimakasih ya tante”

”sama-sama anakku”

”satu lagi, bolehkah rara memanggil tante dengan panggilan ’mamah’?”

mata tate sita tampak berkaca-kaca mendengarnya.

”tentu saja boleh sayang”

aku kemudian memeluknya, dalam pelukannya, aku benar-benar merasa damai

”terimakasih mamah”

Setelah mamah pergi, aku segera bergegas ke asrama putri untuk melanjutkan aktifitasku, aku menghentikan langkahku, saat ku dengar salah satu santri putri mengolok-olokku

”kasihan banget ya rara pintar, cantik , tapi sayang punya mamah yang cacat”

”apa kamu bilang mamah ku cacat?, mamahku tidak cacat, dia hanya punya kekurangan sama seperti kita, bukankah tidak ada manusia yang sempurna?”

”jelas-jelas dia tuh cacat, dia hanya berjalan dengan satu kaki, ko bisa ya bapak kamu mau menikahi perempuan cacat kaya mamah kamu itu”

aku berkata dengan nada setengah berteriak

”diam.................kamu, kalau kamu benci sama aku, kamu gak usah menghina mamah aku seperti itu”

aku tak kuasa mendengar hinaan yang ditujukan untuk mamah sita itu, hatiku merasa begitu sangat sakit, aku tak kuasa membendung air mataku.

Mendengar ada keributan, dan juga tangisan, para santri yang lain lalu bermunculan, aku dan santri putri yang bernama wita itu lalu dibawa ke pengurus. di dewan keamanan santri aku dan wita di introgasi, aku lalu menceritakan kronologis kejadian yang sesungguhnya, dewan keamanan santri lalu menyuruh wita untuk meminta maaf, akupun memaafkan wita dan memintanya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

***

Entah dari siapa mamah sita mengetahui kejadian yang menimpaku di pesantren beberapa hari ke belakang, saat dia menjengukku, mamah lantas menanyakan aku tentang kebenaran kejadian itu, dan begitu menyayangkan atas apa yang telah terjadi, dia lalu meminta maaf kepadaku.

”kenapa mamah meminta maaf?”

”gara-gara mamah kamu jadi berantem sama temanmu nak?”

”tidak mamah, ini semua bukan salah mamah”

mamah sita lantas menangis , kemudian memelukku.

”kamu adalah harta mamah yang paling berharga dalam hidup mamah, untuk pertama kalinya, mamah merasa jadi orang yang istimewa, mamah sayang banget sama kamu nak”

” rara juga sayang banget sama mamah. mah, bolehkah rara tanya sesuatu?”

”tentu saja boleh, tentang apa?”

”mah, maaf apakah mamah tidak punya keinginan untuk menikah?”

”tentu saja sayang mamah ingin seperti yang lain, punya keluarga, punya suami dan anak, tapi seperti yang kamu lihat sendiri mamah punya keterbatasan, mamah takut keterbatasan yang mamah miliki ini malah akan membebani orang lain”

”tapikan menikah itu sunnah Rasul mamah?”

”iya sayang, mamah tahu itu, tapi bila mamah menikah itu malah akan membuat suami dan anak mamah menderita”

”Astaghfirullah, kenapa mamah berfikiran seperti itu?, mamah tidak akan menjadi beban untuk orang lain, karena mamah sudah membuktikan sendiri dengan kemandirian mamah, bahkan mamah bisa mengurus aku sampai aku menjadi seperti ini. Mamah juga tidak akan membuat suami dan anak mamah menderita, malahan mungkin mamah akan membuat mereka menjadi orang yang paling beruntung seperti yang aku rasakan”

”Benarkah kamu merasa beruntung kalau misal kamu memiliki ibu seperti mamah?”

”tentu saja mamah”

”lalu apa alasan kamu?”

”karena mamah di sayang oleh Allah, mamah adalah manusia terpilih yang diberi ujian seperti ini, karena Allah tahu mamah mampu melewati semua ini dengan kesabaran dan keikhlasan”

”tapi tidak semua orang berfikiran seperti itu nak”

”rara yakin Allah menciptakan setiap hambanya berpasang-pasangan”

”ya, bunda tahu itu, tapi ada hal yang tidak kamu mengerti dan tidak kamu ketahui nak”

”apa itu mamah? apakah maaf tidak pernah ada laki-laki yang datang untuk melamar mamah?”

”sebenarnya ada”

”lalu, kenapa mamah tidak menerimanya? apa mamah terlalu pilih-pilih?”

”Astaghfirullah......... bukanitu nak”

”lalu apa mamah?”

”mamah terlanjur merasa hina”

”merasa hina kenapa mamah?”

”sudahlah mamah tidak mau mengingatnya lagi, mamah pulang dulu, kamu selalu jaga diri kamu baik-baik ya nak! mamah sayang kamu, assalaamu’alaikum”

belum sempat aku bertanya tentang penjelasan apa yang membuat mamah merasa hina itu, mamah malah pergi, aku bertekad akan mencari tahu makna dari ucapan mamah tersebut, bila mamah tidak mau menjawabnya, lantas harus kepada siapa aku bertanya?

.............................bersambung..................

Created by : Ade ita fatimah

Selasa, 24 Mei 2011

INGAT TOMAT !!!


Wali – Tomat (Tobat Maksiat)

dengarlah hai sobat
saat kau maksiat
dan kau bayangkan ajal mendekat
apa kan kau buat
kau takkan selamat
pasti dirimu habis dan tamat

bukan ku sok taat
sebelum terlambat
ayo sama-sama kita taubat
dunia sesaat
awas kau tersesat
ingatlah masih ada akhirat

astafighrullahal’adzim

reff:
ingat mati, ingat sakit
ingatlah saat kau sulit
ingat ingat hidup cuman satu kali

berapa dosa kau buat
berapa kali maksiat
ingat ingat sobat ingatlah akhirat

cepat ucap astafighrullahal’adzim

pandanglah ke sana
lihat yang di sana
mereka yang terbaring di tanah
bukankah mereka
pernah hidup juga
kita pun kan menyusul mereka

astafighrullahal’adzim

repeat reff

cepat ucap astafighrullahal’adzim

Downloud lagunya Disini

Rabu, 18 Mei 2011

PERJALANAN CINTA IX

PERJALANAN CINTA IX



Lamanya kebersamaan

Dapatkah mendatangkan rasa nyaman

Membuang setiap kegelisahan

Menjawab semua pertanyaan



Tepat jam 10 pagi uci dan ulfah berangkat dari stasiun lenteng agung jakarta menuju bandung, uci nampak kelelahan dan tertidur dikursinya, sedangkan ulfah tak sedikitpun dia mampu memejamkan matanya, dia terus saja mengingat mba alfi, sesekali air matanya menetes keluar, namun ulfah sadar dia harus bisa menerima kenyataan, dia harus berhenti berharap bahwa mba alfi adalah ibu kandungnya, ulfah masih punya anak-anak istana cinta yang harus dia urus.

Ulfah berusaha tegar, dan mencoba menghapus bayangan mba alfi, suasana dalam kereta membantu ulfah untuk sedikit melupakan mba alfi, ini perjalanan ulfah naik kereta untuk pertama kali, dipilihnya kereta untuk perjalanan pulang, karena untuk menghindari macet, dan juga ongkosnya juga lebih murah.

Perlahan ulfah mulai melihat ke sekeliling, mata ulfah tertuju pada salah satu penumpang bapak-bapak, yang kalau dilihat postur tubuh dan paras wajahnya, dia seperti keturunan orang arab, bapak-bapak tersebut tidak kebagian tempat duduk, dia begitu santai berdiri sambil membaca sesuatu, alangkah takjubnya ulfah, ketika tahu yang dibaca oleh bapak-bapak itu adalah al-qur’an. hati ulfah bergumam ”Ya, Allah . dia sedang mengaji”

Bapak-bapak itu tampak menikmati isi kandungan al-qur’an yang dibacanya, dia tidak memperdulikan pandangan mata orang-orang yang terheran dengan apa yang sedang dia perbuat. Pandangan ulfah kemudian tertuju pada seorang anak kecil yang kira-kira berumur satu tahun, yang tidak henti-hentinya menangis, ibunya berusaha membuat anaknya diam dengan berbagai macam cara, tapi anak itu tetap tidak mau diam.

Orang-orang didalam kereta juga berusaha membuat anak itu berhenti menangis, termasuk ulfah, kemudian uci yang langsung terbangun ketika mendengar tangisan anak itu, tapi anak itu tetap tidak mau berhenti menangis. Bapak-bapak yang sedang membaca al-qur’an itu, yang meskipun terlihat tidak perduli, namun siapa sangka, lantas dia mendekat, kemudian dia menyuruh kepada ibu anak itu untuk menyodorkan air, dia lantas berdo’a dan ditiupkan ke dalam air itu, Subhanallah setelah anak itu meminum air itu, lantas anak itu langsung terdiam dan tertidur. Ada rasa kagum yang menyelinap dalam hati ulfah, kepada bapak-bapak itu, ulfah lagi-lagi berandai-andai, jika saja bapak-bapak itu adalah ayahnya.

Kereta terus melaju, dan sesekali berhenti di setiap stasiun untuk menurunkan atau membawa penumpang, suasana tenang perlahan membuat ulfah mengantuk dan tertidur dalam pundak uci. Tiba di stasiun Djuanda, ulfah tiba-tiba dibangunkan dengan suara yang sepertinya sangat dia kenal, memanggil-manggil namanya.

”ulfah, ulfah, ulfah...........................................................”

Ulfah mengucek-ngucek matanya, takjub dengan apa yang baru saja dia lihat, dia terus bergumam ”tidak, tidak, ini pasti mimpi............” tapi kemudian pertanyaan uci membuat ulfah sadar, bahwa yang baru saja dilihatnya bukan mimpi.

”ulfah, itukan mba alfi, untuk apa dia berada disini?”

”aku gak tahu ucu”

”dia terus-terusan memanggil nama kamu, ayo kita kesana”

Kereta terus melaju, meninggalkan stasiun Djuanda, sementara itu pertanyaan tentang apakah benar ikatan batin itu ada antara ulfah dan mba alfi mulai terjawab.

”ulfah, ulfah...........................”

”ibu, ini ulfah, bu...............”

Mba alfi langsung memeluk ulfah, seolah dia tidak ingin kehilangan ulfah untuk kedua kalinya.

”ulfah, kamu tidak boleh pegi, kamu tidak boleh meninggalkan ibu”

”tapikan bu,.................................”

”di stasiun berikutnya, kita berhenti ya, nanti akan ibu ceritakan semuanya”

Bagaimana bisa, ulfah menolak permintaan mba alfi, dia menurut saja ketika mba alfi mengajak ulfah turun dari kereta dan membawanya ke rumahnya.

Tiba di rumah mba alfi, ternyata disana sudah ada bunda di panti, yang mengasuh ulfah.

”bunda, mengapa bunda ada disini?”

”biar ibu jelaskan ulfah, bunda ke sini dijemput sama orang suruhan ibu nak”

”apa , ibu menjemput bunda, untuk apa bu?”

”untuk memperjelas semuanya sayang”

Mba alfi kemudian menanyakan sesuatu kepada bunda panti.

”bunda, bagaimana dan dimana ulfah ditemukan di panti untuk pertama kali?”

”delapan belas tahun yang lalu, pada pagi-pagi buta, ketika itu hujan turun sangat deras, tiba-tiba dari teras terdengar suara tangisan bayi, kami tak tahu siapa yang menyimpan bayi itu dan kami juga tidak tahu dari mana asal bayi itu, namun disamping bayi itu ada sebuah surat yang berisikan, ibu sang bayi meminta kami untuk merawat bayi itu dengan baik, dia memberikan anting putih sebagai kenang-kenangan untuk anaknya”

Mba alfi terisak mendengar cerita bunda panti, kemudian dia berkata

”kemudian bu, siapakah bayi tersebut”

”bayi tersebut adalah ulfah ini”

Mba alfi kemudian memanggil pak supir yang dulu membuang bayinya di panti asuhan.

”bapak, apakah bapak masih ingat dimana bapak menyimpan bayi saya dulu”

”iya, saya masih ingat, dulu saya membuang bayi itu, dipanti asuhan permata bunda bandung”

”tidak salah lagi, ulfah adalah anak kandungku, ulfah, sini nak, ini ibu, ibu kandungmu.

Tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, ulfah menyuruh uci untuk mencubitnya. Alangkah bahagianya ulfah ternyata mba alfi itu benar-benar ibu kandungnya. Sujud syukur ulfah atas nikmat yang luar biasa ini. Akhirnya mba alfi dan ulfah dipertemukan lagi oleh Allah, ulfah memutuskan untuk tidak pulang kebandung, dan menitipkan anak-anak pada uci, ucipun kembali ke bandung dengan perasaan yang penuh haru atas kejadian yang menimpa ulfah, sungguh Allah yang maha mengatur segalanya, perkara yang tidak mungkin dalam pandangan manusia, bagi Allah semuanya bisa menjadi mungkin.

***

Sementara itu pengagum rahasia kak jamilah, belum juga terbongkar identitasnya, jangankan untuk melamar, bahkan kak enda masih belum punya keberanian untuk berbicara langsung kepada kak jamilah, untuk mengakui bahwa dirinyalah pengagum rahasia kak jamilah.

Aku sudah pasrah, dan tidak mau memaksa kak enda lagi, sampai tiba disuatu malam, ketika aku hendak mengambil air wudlu, aku mendengar suara kak enda sedang menangis, aku terkaget, aku segera menuju kamar kak enda, kudapati kak enda sedang dalam keadaan tertidur. Pikiranku saat itu, mungkin kak enda sedang bermimpi buruk, akupun segera membangunkannya.

”kak, kak, kak enda, kakak kenapa kak?”

”Astaghfirullahal’adziim........................ternyata itu Cuma mimpi”

”kakak, mimpi apa, ko sampai membuat kakak menangis?”

”tidak, ci..........ini sudah jam berapa ci?”

”ini sudah jam 03 kak”

”kalau begitu, ayo kita shalat”

Keesokan harinya, kak enda seperti bergegas menuliskan sesuatu, kemudian dia segera keluar rumah, entah mau kemana. Pada malam harinya aku disuruh kak enda untuk berdandan rapih, katanya kita mau pergi ke suatu tempat, aku tidak menanyakan kemana, aku menurut saja perintah kak enda.

Kak enda pun terlihat berpakian sangat rapih, akupun mengira bahwa kita akan pergi ketempat yang penting. Ketika kami mau berangkat, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk, ada seorang laki-laki tua, yang kak enda memanggilnya, dengan sebutan paman. Ternyata kami tidak pergi berdua tapi pergi bertiga.

Aku tak mampu berkata apa-apa, saat aku tahu tempat yang dituju itu, tidak lain, adalah rumah kak jamilah. Dengan mata takjub, kak jamilah mempersilahkan kami masuk. Kak enda dengan diwakili paman, menyatakan maksud kedatangan kami kepada keluarga kak jamilah, yakni untuk melamar kak jamilah. Orangtua kak jamilah menyerahkan semua keputusan kepada kak jamilah, Dengan berlinang air mata kebahagiaan, kak jamilahpun menjawab ’iya’.

Subhanallah Walhamdulillah, hari ini benar-benar penuh dengan kejutan, siapa sangka hanya karena mimpi kak enda tadi malam, menimbulkan keberanian yang luar biasa yang timbul dalam dalam diri kak enda. Dalam mimpinya, dia melihat kak jamilah menikah dengan laki-laki lain, dan itu membuatnya merasa sakit, makanya sebelum terlambat, kak enda cepat-cepat menulis surat kepada kak jamilah, bahwa dia sang pengagum rahasianya, akan datang kerumahnya. Kak endapun segera menelefon paman dari bandung untuk datang.

Semua bersepakat bahwa hari pernikahan akan dilaksanakan, yakni sebelum Ramadhan tiba, aku berjanji kepada kak enda, akan memberikannya kado istimewa dihari bahagianya itu. Aku menyuruh uci untuk pulang ke ciamis, aku tidak sabar melihat reaksi kak enda, aku pun sudah sangat merasa kangen ingin bertemu dengan saudara kembarku itu.

***

Hari bahagia itupun tiba, kak enda tampak begitu tampan dengan pakaian pengantin yang dikenakannya, Kak jamilahpun begitu cantik, mereka sungguh pasangan yang serasi, selesai ’akad, para tamu undanganpun dipersilahkan untuk memberi ucapan selamat dan menikmati hidangan yang ada.

Selesai acara, sesuai dengan yang aku janjikan, aku akan memberikan kado istimewa untuk kak enda. akupun menyuruh kak enda untuk menutup matanya terlebih dahulu.. Setelah kak enda membuka matanya, kak enda terlihat begitu kaget.

”kak enda pasti kecapean, dalam penglihatan kak enda, ko ucinya ada dua ya?”

”emang benar-benar ada dua kak, uci dan ucu”

”Subhanallah, benarkah?”

”iya kak, ternyata ucu masih hidup, dia tinggal dibandung, ada keluarga yang mengangkatnya menjadi anak”

”terus yang mana ucu?”

”aku ucu kak, kami tertukar di terminal lewi panjang, cicaheum, bandung. Keluarga ucu membawa uci, dan kakak membawa aku, ucu”

”jadi, perubahan sikapmu yang begitu drastis itu, itu karena kamu bukan uci, tapi ucu, iya?”

”iya, kak”

”Subhanallah.........................................”

Kak enda kemudian bersujud syukur, dan memeluk kami satu persatu, seketika itu, lautan rindu itu membuncah keluar, menjadi tetesan-tetesan air mata yang tak tertahan. Kak jamilah kemudian datang.

”suamiku, aku jadi cemburu, melihat kemesraan kalian”

Kak enda kemudian menghapus air matanya, dan berkata.

”istriku, tak usahlah kamu merasa cemburu, karena dari dulu kamu satu-satunya dihatiku, dan aku akan membagi kebahagiaan ini bersamamu”

Kak jamilahpun memeluk kami, dan diapun merasakan kebahagiaan seperti yang kami rasakan.

”aku punya kejutan buat kamu ucu”

”apa itu ci?”

”lihatlah, siapa yang ku bawa”

”Subhanallah, ayah................ibu...................ulfah..................MasyaAllah, anak-anak, sungguh saudariku, ini kejutan yang luar biasa, aku kangen sekali sama kalian.................”

”Ya, Rabb sungguh luar biasa nikmat yang Kau berikan, Terimakasih Ya, Allah...............................”





Perjalanan cinta adalah sebuah proses, setiap orang pasti akan mengalaminya, pada akhirnya kita akan dipertemukan Allah pada pasangan yang terbaik untuk kita, menurut pandanganNYA, bukan menurut pandangan kita, karena Dia lebih mengenal kita ,melebihi diri kita sendiri.

Aku dan saudara kembarku, akhirnya bisa bertemu, dan merasakan indahnya kebersamaan ini, seperti apakah perjalanan cinta kami nantinya, hanya Allah yang tahu...........................................................................

............................tamat........................

Tasikmalaya, 6 Oktober 2010

Maha karya By : Ade Ita Fatimah

PERJALANAN CINTA VIII

PERJALANAN CINTA VIII

Duri yang tampak jelas nyata

Akan mudah di hindari

Duri yang timbul dalam diri

Terkadang tidak disadari

Ini sudah ketiga kalinya uci dan ulfah datang ke kediaman Alfi Lailatul Janah, tetapi satpam disana tetap saja tidak memberikan izin kepada ulfah untuk bertemu dengan Alfi Lailatul Jannah, dengan alasan sudah banyak sekali penggemar mba Alfi yang ingin bertemu dengann beliau, dan mengaku-ngaku sebagai anak beliau. Makanya suami mba Alfi menyuruh kepada satpam untuk tidak mengizinkan siapapun penggemar mba Alfi untuk bertemu dengan mba Alfi, kecuali yang sudah dikenal.

”saya mohon pak, izinkan saya bertemu dengan mba Alfi kali ini saja”

”sudah saya bilang tidak bisa, ya tidak bisa, keras kepala banget sich kamu”

”ini soal penting pak, tolonglah, apa bapak tidak kasihan sama saya?”

Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar seorang wanita yang memanggil pak satpam itu.

”itu nyonya Alfi memanggil, sekali lagi aku katakan, kamu pergi dari sini atau saya laporkan polisi”

Uci langsung membujuk ulfah untuk pulang, dan kembali lagi esok hari.

Ditengah perjalan pulang menuju rumah kontrakan, ulfah terus membicarakan tentang suara mba Alfi yang begitu lembut, saat memanggil satpam tadi, uci merasa sangat kasihan sama ulfah, dan mencari jalan supaya ulfah bisa bertemu dengan mba Alfi.

Tanpa sepengetahuan ulfah, uci mencari informasi tentang mba Alfi, sampai uci mengetahui cara supaya ulfah bisa bertemu dengan mba Alfi, yaitu ketika mba Alfi sedang berada diluar dan tidak dikawal sama sekali, biasanya mba Alfi suka sendirian di sebuah taman, dengan suasana tenang penulis biasanya mudah mendapatkan inspirasi.

Kemudian uci mencari tahu, kapan mba alfi biasanya pergi ke taman tersebut, akhirnya uci tahu bahwa mba alfi sering kesana saat hari sabtu atau saat yang gak tentu, seperti saat ini, ini bukan hari sabtu, tapi mba alfi terlihat sedang duduk di bangku taman itu. Apakah ini ikatan bathin atau apa, ketika uci berbalik, tiba-tiba disampingnya sudah ada ulfah

”Ulfah, ko kamu bisa ada disini?”

”gak tau ucu, tiba-tiba saja aku dari tadi ingin mengikutimu”

”ulfah, coba kamu lihat ada siapa disana?”

”Subhanallah itu mba Alfi, bagaimana kamu bisa mengetahui mba alfi ada disini ucu?”

”ceritanya nanti saja, sekarang kamu temui saja mba alfi mu itu, gunakan momen ini sebaik-baiknya”

Ulfah segera berlari menuju bangku taman, dimana mba alfi sedang duduk. Mereka tampak akrab, walaupun mereka baru pertama bertemu, wajah mereka begitu berbinar, seperti mereka telah menemukan kembali sesuatu yang hilang dalam diri mereka.

Hari-hari berikutnya, mba alfi sering ketemuan dengan ulfah ditaman itu, menurut mba alfi, ulfah bisa memberikan kenyamanan, ketentraman kepadanya. Sedangkan ulfah, ulfah tidak mau membahas soal dia mengira bahwa mba alfi adalah ibu kandungnya, karena ulfah takut semua itu tidak benar, ulfah lebih memilih kebersamaan ini, walaupun cuman sebentar, namun tak kan pernah dia lupakan seumur hidupnya.

Sampai akhirnya bulan Ramadhanpun akan segera tiba, ulfah mengingat janjinya pada anak-anak, untuk pulang sebelum Ramadhan tiba, Ulfah pun memutuskan untuk berpamitan dengan mba alfi, ulfah berfikir biarkan anting putih petunjuk tentang masa kecilnya itu, ia berikan kepada mba ulfah sebagai kenang-kenagan.

Sehari sebelum hari kepulangan ulfah ke bandung, seperti biasa ulfah menemui mba alfi di taman.

”mba, ulfah mau pamitan”

”ulfah, kamu mau pergi kemana nak?”

”ulfah mau pulang ke bandung mba, sebelum ulfah pulang, ulfah punya satu permintaan, maukah mba mengabulkannya mba?”

”apa permintaanmu itu ulfah?, mba juga punya satu permintaan pada ulfaha”

”mba, punya permintaan apa mba?, dengan senang hati ulfah pasti akan mengabulkannya, itupun bila ulfah mampu”

”mba, pingin mendengar kamu memanggil mba dengan sebutan ’ibu’ maukah kamu ulfah?”

”tentu saja mba, maksud ulfah ’ibu, ibu, ibu’”

Mereka kemudian menangis, mereka seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam kehidupan mereka.

”terimakasih ulfah, ibu begitu senang mendengarnya, ulfah sendiri punya permintaan apa sama ibu?”

”ulfah, ulfah pingin banget memeluk ibu, bolehkah bu?”

”tentu saja boleh sayang”

Air mata semakin deras keluar, mereka saling berpelukan, layaknya seorang ibu dengan anaknya, kasih sayang yang begitu dalam tergambar jelas disana. Adzan ashar meredakan tangisan mereka, merekapun bersegera untuk melaksanakan shalat ashar berjama’ah. Selepas shalat ashar, ulfahpun pergi, sebelum pergi ulfah memberikan kenang-kenangan berupa anting putih itu kepada mba Alfi.

***

Sementara itu, aku yang baru mendapat titik cerah tentang perasaan kak jamilah terhadap pengagum rahasianya itu, tiba-tiba hilang begitu saja. Selepas pulang dari rumah kak jamilah waktu itu, aku bersegera menemui kak enda untuk menyampaikan berita gembira itu kepadanya. Aku harus katakan padanya bahwa kak jamilah juga memiliki perasaan yang sama seperti kak enda, sekarng giliran kak enda untuk memberanikan diri untuk melamar kak jamilah.

Sesampainya dikamar kak enda, aku melihat kak enda sedang menangis, aku belum pernah melihat kak enda sesedih itu. Dengan cepat aku segera mendekati kak enda, dan bertanya, apa yang terjadi dengannya, sehingga dia bisa sesedih itu?.

Kak enda hanya terdiam dan tidak menjawab apa-apa, dia hanya menangis dan terus menangis, walau kami bersaudara, tapi tetap saja aku tidak bisa memahami perasaannya, kalau kak enda tidak berkata apa-apa. aku lalu menyarankan sama kak enda untuk berwudlu, shalat kemudian baca al-qur’an. Kak endapun lalu menuruti saranku itu, dia kemudian mengambil wudlu, shalat kemudian membaca al-qur’an.

Setelah kak enda kelihatan agak tenang, akupun kembali mendekatinya, tapi kali ini aku tidak ingin bertanya ada apa, tapi aku Cuma nawarin dia makan malam, diapun menolakku dengan halus. Aku terus bertanya-tanya ada apa dengan kak enda?, aku khawatir dengan keadaannya, maka aku putuskan untuk menyimpan makanan dikamarnya, hingga bila sesekali perutnya lapar, dia bisa langsung memakannya.

Keesokan harinya, aku dapati kak enda dalam keadaan menggigil, badannya demam, dari kemarin dia sama sekali tidak makan. Aku langsung memanggil dokter untuk memeriksa kak enda, dokter bilang kak enda tidak apa-apa cuman demam biasa, dokterpun bilang bila dalam tiga hari demamnya tidak turun-turun, maka kak enda harus dirawat di rumah sakit.

Kalau penyakit kak enda cuman demam biasa, mengapa dia begitu kelihatan sangat kesakitan. Dalam tiga hari itu, kak enda cuman makan dan minum sedikit, itupun bila terus dipaksa olehku, sehingga dalam tiga hari itu, demamnya tidak turun-turun. akupun segera menghubungi dokter, dan dokter menyarankan supaya kak enda dirawat di rumahsakit.

Kak endapun dibawa ke rumahsakit dan menjalani perawatan disana, selama kak enda sakit kak jamilah, kak serli, kak lisa datang menjenguk kak enda, tapi cuman kak salsa yang tidak datang menjenguk. Ketika ditanyakan sama kak enda, kenapa kak salsa tidak datang menjenguk, maka kak enda menjawab, bahwa kak salsa sudah meninggal.

Alangkah terkejutnya aku ketika aku tahu kak salsa sudah meninggal, rupanya hal ini yang membuat kak enda begitu terpuruk sampai membuatnya sakit, rasa bersalah yang begitu besar, menimbulkan penyesalan dalam diri kak enda, dan membuat kak enda tak mampu memaafkan dirinya sendiri.

”Mengapa kakak tidak pernah bilang sama uci, kalau kak salsa sudah meninggal?, mengapa kakak memendam duka yang kakak rasa sendirian, mengapa tidak membaginya dengan uci?”

Kak enda hanya terdiam, dan tidak menjawab apa-apa, pikirannya terus menerawang entah kemana

”uci.............”

”iya, kak............”

”kamu bisa bantu kakak tidak?”

”tentu saja kak, selama uci mampu, uci pasti akan bantu kakak”

”sebelum meninggal, salsa pernah berbicara di telfon, bahwa dia ingin bertemu kakak, untuk membicarakan sesuatu, tapi belum sempat kakak bertemu dengannya, salsa sudah meninggal, kakak selama ini tidak pernah tahu bahwa salsa mengidap penyakit yang sangat parah, dia mengidap kanker otak. Waktu kakak diberitahu bahwa kak salsa meninggal, keadaan kakak langsung lemah, kakak sangat merasa bersalah kepadanya, kakak tidak tahu bahwa keinginannya untuk bertemu dengan kakak waktu itu, adalah permintaannya yang terakhir”

”lalu yang bisa uci bantu apa kak?”

”pergilah kerumah kak salsa, temui keluarganya, sampaikan permintaan maaf kakak karena kakak belum bisa datang melayad kesana”

Aku tak mengerti dengan kak enda, mungkin perasaannya begitu lembut dan begitu peka membuatnya menjadi seperti itu. Akupun pergi menemui keluarga kak salsa, kusampaikan ucapan bela sungkawa, dan ucapan permintaan maaf dari kak enda, karena kak enda belum bisa melayad kesini dikarenakan sakit. Kemudian aku berziarah ke makam kak salsa, setelah itu aku pamitan untuk pulang, sebelum aku pergi keluarga kak salsa, menitipkan sepucuk surat dari kak salsa untuk kak enda.

Sesampainya di rumahsakit, aku langsung memberikan surat itu kepada kak enda, kak enda pun langsung membacanya

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Akankah kau melihatku saat aku jauh

Dan akankah kau merasakan kehilanganku

Kini jiwaku telah berpisah dari ragaku

Aku yang telah pergi bukan untuk kembali

Tak ada janji hanya ada air mata untuk yang abadi

Dimana alamat hatimu?

Kemana pergi hujan hari ini

Sejenak menggoda bumi pada siang yang gerah

lalu hilang saat malam tengadah

Kemana harus aku pergi

Saat aku sadar tak ada lagi yang ku bela dari perjalananku

Selain merapal jejak lemah menuju ruang hatimu

Tak hilang di lalap lelah

Tak jera diremas gelisah

Aku coba lari dan mengingkari

Namun aku harus ikhlas

Aku hanya ingin yang terbaik untukmu

Tersenyumlah dambaan

Dan pilihlah yang menenangkan hatimu

Yang membuat hatimu merasa nyaman

Setelah membaca surat kak salsa itu, perlahan keadaan kak enda mulai membaik, keesokan harinya kak enda diperbolehkan untuk pulang, entah hal apa yang ada dalam benak kak enda, namun aku lihat wajahnya begitu cerah, sepertinya dia sudah berhasil mengendalikan emosinya sendiri, akankah sekarang hati kak enda sudah benar-benar mantap dan mempunyai keberanian untuk mempersunting wanita yang diidam-idamkannya? entahlah..............................................

......................................bersambung........................

PERJALANAN CINTA VII


PERJALANAN CINTA VII

Kenapa harus takut ungkapkan cinta

Cinta bukan berasal dari sebuah pilihan

Yakinlah dirimu untuk berikannya kepastian

Agar tidak berujung dengan penyesalan

Ceritauci tentang Alfi Laelatul Jannah betul-betul mengiris hatiku, apa sebenarnyayang dirasakan oleh ulfah, ikatan batin yang seperti apa yang dirasakannya?apakah itu benar-benar ikatan batin seorang anak dengan ibunya, ataukah rasayang berlebihan yang muncul dihati ulfah, karena ulfah begitu menghayati ceritadalam novel tersebut. Tapi, benar kata uci, melihat harapan yang begitu besardidiri ulfah, kita tidak boleh memutuskan harapan itu, paling tidak, semuanyaakan menjadi jelas dan nyata.

Akukira setelah ucapan 'sang langit' yang tidak sadar diucapkan oleh kak enda waktuitu, dirumah kak jamilah, aku sudah mendapat titik terang, tentang siapasebenarnya 'sang langit' itu. Aku terus mendesak kak enda, Ternyata aku salah,aku makin dibuat pusing karenanya, entahmengapa semuanya menjadi rumit, ternyata diam-diam kak enda memiliki beberapapenggemar, lebih buruk lagi, sepertinya kak enda menyerahkan keputusan untukmemilih jodohnya kepadaku.

Diantara perempuan yangmendekati kak enda namanya lisa, lisa sangat ramah, dia kenal kak enda, daritemannya, sifat santun, pekerja keras yang dimiliki kak enda membuat diamenyukai kak enda. Lisa anak tunggal dari pak jono dan ibu nonok, merekapedagang kain yang sukses, mereka menginginkan anaknya berjodoh denganlaki-laki pekerja keras seperti kak enda.

Selanjutnya, namanyaserli, serli orangnya penyayang. dia kenal kak endasaat dia berbelanja bersama ibunya, dia kagum sama kejujuran kak enda ketikaberjualan, keluarganya pun menjadi sering berbelanja ke toko kak enda.

Yang paling aku suka diantaramereka adalah kak salsa, sifat sederhana, keibuan yang begitu melekat dalamdirinya, membuatku merasa dia adalah calon yang tepat untuk kak enda.

***

Selepasmagrib, aku meminta waktu kak enda, untuk membahas semuanya,

" Kak, uci rasa sudah memiliki pasangan yang tepatuntuk kakak."

"siapa menurut uci pasangan yang cocok untukkakak?"

"menurut uci, diantara mereka bertiga yang palingcocok untuk kakak adalah kak salsa, kalau kakak juga merasa cocok dengannya,cepat-cepatlah melamarnya, kak jangan teru-terusan memberi harapan pada mereka,uci takutnya akan membuat mereka sakit hati"

"kakak merasa tidak pernah memberi harapan padamereka ci, apakah salah bila kakak membalas semua kebaikan mereka dengankebaikan pula?"

"memang benar membalas kebaiakan seseorang itu,dianjurkan dalam agama kita, tapi ini jelas-jelas orangnya yang memilikiperasaan khusus sama kita."

"apa uci mau berkata kalau mereka itu tidak tulusiya?"

"umz....bisa juga, bisa dikatakan seperti itu,mereka tetap saja pamrih, mengharapkan balasan dari kakak"

"ach.....kakak jadi bingung"

"kakak, tidak usah bingung, kakak tinggal shalatistikharah, minta petunjuk kepada Allah"

"kakak sudah melakukan shalat istikharah, tapitetap saja kakak merasa tidak yakin kepada mereka, apa gara-gara kakak tidakpernah mau membuka hati kakak pada mereka?"

"kenapa kakak tidak mau membuka hati kakak untukmereka kak?"

"karena dari dulu hati kakak sudah terkunci olehseseorang"

"siapa orang itu kak? cepat-cepatlah kakak melamardia"

"tidak segampang itu uci, kakak selalu merasakakak ini tidak pantas untuknya, dia berhak mendapatkan yang lebih baik darikakak"

" hanya Allah yang berhak menilai diri kita,mungkin saja Menurut Allah, kakaklah yang terbaik untuknya, buktinya dia sampaisekarang belum menemukan jodoh yang tepat untuknyakan kak?"

"uci, memangnya kamu tahu wanita yang kak endamaksud?

"wanita itu, kak jamilahkan kak?"

"dari mana kamu tahu, wanita yang kakak maksud ituadalah kak jamilah?"

"selama ini, uci selalu melihat gerak-gerikkalian, dan menurut pengamatan uci, sepertinya kak jamilah juga merasakan halyang sama seperti kakak"

Kakenda tetap tidak mau mengambil keputusan, dia tetap tidak mau memilih diantarakak lisa, kak serli dan kak salsa. dia juga tidak mempunyai keberanianuntuk melamar kak jamilah, yangjelas-jelas sudah menjadi pilihan hatinya sejak dari dulu.Adzan isya punberkumandang, kami menghentikan percakapan, dan segera melaksanakan shalat isyaberjama'ah.

***

Keesokanharinya aku menemui kak jamilah, aku mencari-cari cara bagaimana aku mengetahuiperasaan kak jamilah kepada kak enda itu seperti apa. Belum juga aku berbicara,kak jamilah langsung bersemangat seperti ingin menceritakan sesuatu.

"uci sini dech, kemarin kakak datang ke pernikahanteman SMA kakak dulu, dia bercerita tentang kisah cintanya, sampai akhirnya diabisa menikah"

"emang kisah cintanyaseperti apa kak?"

"dia mengawali ceritanya dengan ucapan 'milaternyata orang menunjukkan kasih sayangnya itu dengan cara yang berbeda-beda'.ada tiga laki-laki yang hadir dalam hidupnya, yang pertama orangnya sangatsoleh, tapi juga pendiam dan cenderung tertutup. Orang ini menunjukkan kasihsayangnya kepada teman kakak dengan kiasan saja, dia tidak pernah beraniungkapkan perasaannya, cuman sahabat-sahabatnya yang bilang ke teman kakak,kalau dia menyukai teman kakak sejak dari dulu.

Yang kedua orangnya gaul, puitis, tidak agamisnamun punya prinsip tersendiri, orang ini tidak suka mengungkapkan perasaannya,yang penting cocok, HTS atau hubungan tanpa status adalah hubungan yang selaludia jalani, tapi bukan berarti orang ini gak serius. Dia selalu melakukanpendekatan-pendekatan kepada teman kakak, tapi teman kakak kan hanya perempuanyang butuh kepastian.

Yang ketiga ini yang menjadi suami teman kakakakhirnya, walau orang ini tidak memiliki banyak kelebihan, tapi ketegasan,keberanian, kasihsayang yang dia tunjukkan, membuat teman kakak mantap memilihdia."

'cerita yang seru ya kak? seandainya kakak ada diposisi teman kakak tersebut, siapa yang akan kakak pilih?"

"yang kakak pilih tetap saja, yang melamar kakakkepada wali kakak yang sah, dan wali kakakpun menyetujuinya"

"bila ternyata ketiga orang itu melamar kepadawali kakak yang sah, kemudian wali kakak menyerahkan kepada kakak untukmemutuskan, kakak mau memilih yang mana?"

"bila seperti itu kejadiannya, kakak tidak akanmemilih salah satu diantara mereka, karena kakak masih menunggu seseorang"

"siapa orang yang kakak tunggu?'

Akuberfikir, kak jamilah pasti akan menjawab orang itu, adalah laki-laki yangdijodohkan oleh orangtuanya dulu, kemudian mengkhianatinya itu, tapi dugaankumeleset. dia lantas menjawab

"seseorang yang memanggilku dengan sebutan 'sanglangit'

"apa sang langit?, dari mana kakak tahu adaseseorang yang menjadi pengagum rahasia kakak sejak dari dulu, dan memanggilkakak dengan sebutan 'sang langit'?"

"orang itu, belakangan sering mengirim suratkepada kakak?"

"betulkah itu kak?"

"tunggu sebentar, sepertinya uci tau siapapengagum rahasia kakak itu, uci tadi bilang pengagum rahasia kakak sejak daridulu, padahal kakak bilang barusan, orang itu ngirim suratnya barukemarin-kemarin. ayo uci jujur saja sama kakak!"

"iya, sebenarnya uci tahu siapa sebenarnya orangitu, tapi biarkan orang itu mengumpulkan keberaniannya, sampai suatu saat, diamau mengungkapkan secara langsung kepada kakak"

Hatikuagak sedikit lega, paling tidak kak enda sudah melakukan usaha, dan aku kirausahanya berhasil, semoga saja dia diberi keberanian untuk melamar kak jamilahnantinya aamiin...........

***

Sementaraitu uci dan ulfah sedang bersiap-siap untuk keberangkatan mereka ke jakarta,menemui penulis yang dikagumi ulfah yang ulfah kira , dia memiliki ikatan batinyang sangat kuat dengan Alfi Laelatul Jannah itu. Saat itu anak-anak sedanglibur sekolah, ulfah menjanjikan bahwa dia akan kembali paling telat sebelumRamadhan tiba.

Ketikauci dan ulfah hendak melangkah pergi, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan yangberhenti didepan istana cinta. Ternyata yang datang adalah orang tua angkatucu. Mereka langsung keluar dari mobil, langsung memeluk uci.

"pulang nak, ayo ikut pulang sama ayah dan ibu!"

uciterdiam tak bisa berkata apa-apa, uci menangis mengingat kejadian-kejadian yangmenyakitkan itu, ibu lantas mengusap-ngusap kepala uci.

"maafkan nenek dan semuanya sayang, ibu tahusemuanya hanya kesalahpahaman saja, maafkan ibu juga yang pulangnya telat"

Uci mengatakan kepada mereka,bahwa uci sudah memaafkan semuanya, tapi uci tidak bisa ikut mereka untukpulang, karena uci harus menemani ulfah ke jakarta, orang tua angkat ucuakhirnya mau mengerti, dan mengizinkan uci untuk pergi. Ulfah pun menitipkananak-anak kepada mereka.

Dengan berbekal anting putihyang ditemukan didekatnya oleh bunda di panti asuhan ketika ulfah masih bayi,ulfah pun berangkat pergi kejakarta ditemani uci, ulfah berharap anting putihitu akan menjadi sebuah petunjuk yang berarti. Apakah Alfi Laelatul Jannah ituadalah orangtua kandungnya, atau bukan. perjalanan kali ini mungkin akan sangatmelelahkan bagi ulfah, namun semua itu akan tertebus bila saja sangkaannyabenar adanya, bahwa Alfi Laelatul Jannah benar-benar orang tua kandungnya.

......................................bersambung.......................................

PERJALANAN CINTA VI


PERJALANAN CINTA VI

Mulut bisa saja berkata dusta

Tangan bisa saja tak bersuara

Tapi kita punya isyarat mata

Sebagai penerjemah semua

Ucu berusaha meyakinkan aku bahwa ’sang langit’ itu adalah kak jamilah, kalau aku pikir-pikir memang benar kak jamilah sama kak enda dulu memang pernah satu sekolah di SMP, tapi aku masih ragu akan hal itu, semoga saja semuanya akan semakin jelas aamiin. Sedangkan aku di sini aku benar-benar banyak belajar dari ulfah maupun dari anak-anak.

Hari-hari berlalu aku semakin betah tinggal di sini, perlahan aku makin memahami karakter ulfah dan anak-anak. Belakangan aku tahu anak-anak di belakang ulfah diam-diam mereka suka berjualan kue atau makanan ringan, sebelum berangkat sekolah mereka mengambil barang dagangannya dari pembuat kue dan makanan ringan yang rumahnya tak jauh dari istana cinta, di sela-sela waktu istirahat atau sebelum masuk kelas, mereka suka menjualnya ke teman-teman mereka, dari situ mereka mendapat keuntungan, dan hasil dari keuntungan itu, mereka tabungkan.

Aku jadi begitu kagum sama mereka, di satu sisi aku merasa malu pada diriku sendiri, terlintas dalam pikiranku untuk melamar kerja, tapi aku tidak punya keahlian apa-apa, lagi pula ijazah SMA ku di ciamis, kalau aku menyuruh ucu untuk mengirimkannya kesini, aku takut akan menyusahkan dia. Tapi aku harus berusaha dulu, aku tidak boleh menjadikan semua itu sebagai alasan.

Keesokan harinya, aku mulai menjalankan niatku, aku mulai melamar kesana kemari, ternyata mencari pekerjaan itu tidak semudah yang aku kira, walau itu hanya menjadi OB sekalipun, tetap saja harus pakai ijazah. Jadi, sekarang aku harus mencari pekerjaan, yang tidak harus pakai ijazah sebagai syarat diterimanya kerja. Pada akhirnya aku sampai pada pangkalan ojeg, samar kudengar katanya, juragan ojeg disana membuka lowongan kerja, mendengar ada lowongan kerja, aku langsung saja menuju kesana, tanpa berpikir panjang tentang pekerjaan apa yang nantinya akan kuterima. Sesampainya dirumah juragan ojeg itu, mulanya tukang ojeg itu menertawakan aku, tapi setelah aku tunjukan SIM yang aku punya, dia lantas menerimaku kerja.

Ternyata sesuatu hal yang kita dapatkan dengan susah payah, itu akan merasa sangat berharga, pikirku saat itu ”tak apalah menjadi tukang ojeg, yang penting aku bisa kerja, dan kerjaan itu halal”. Aku langsung memberitahukan kabar gembira itu pada ulfah, aku kira dia akan merasa gembira, mendengar kabar yang ku bawa, tapi perkiraanku salah, dia malah menarik nafas panjang dan membaca istighfar.

”Astaghfirullah ucu, jadi tukang ojeg?, apa tidak ada pekerjaan lain?”

”emang ada yang salahya dengan tukang ojeg, itukan pekerjaan yang halal”

”iya halal sich halal, tapi ucu kamu itu perempuan”

”emangnya kalau aku seorang perempuan, aku tidak boleh menjadi tukang ojeg?, siti aisyah r.a istri Rasul juga bisa berkuda dan memimpin perang ko”

”ucu, apa hubungannya dengan siti aisyah r.a? kamu pernah lihat berita-berita di TV tentang kejahatan-kejahatan pada zaman sekarang, kalo ada yang pura-pura jadi penumpang, lalu di tengah jalan yang sepi, dia mengeluarkan senjata tajam, dan merampas motor kamu. Masih mending segitu, kalau dia ngapa-ngapain kamu gimana?

”ulfah saudaraku sayang kamu lupa ya, aku bisa bela diri, insyaAllah aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku bisa mencontoh keperkasaan siti Aisyah r.a tersebut”.

Setelah debat panjang lebar, akhirnya ulfah setuju, walaupun dengan mimik muka yang masih cemberut.

Hari pertamaku menjadi tukang ojeg, kendalaku yang paling berat, aku masih belum mengetahui medan, biasanya penumpangku malah yang menunjukkan jalan, kendalaku yang lainnya adalah banyak sekali orang yang membicarakanku, atau meremehkan aku, mengejekku, bahkan ada yang menertawakan aku, ”masa seorang wanita berkerudung jadi tukang ojeg”. Aku tidak mau ambil pusing dengan omongan mereka, mereka berkata seperti itu, karena mungkin mereka baru melihat saja ada tukang ojeg, wanita, berkerudung lagi. Tapi aku yakin pasti ada hikmah dibalik ini semua.

Setoranku pada bos pertama kali, hanya sedikit, dan hasil yang aku dapat juga sedikit, tapi aku tidak boleh menyerah. Hari berikutnya aku mulai memiliki pelanggan, kebanyakan pelangganku, anak-anak, dan ibu-ibu, atau para remaja-remaja putri. Mereka selalu bilang aku tukang ojeg yang ramah. Mungkin ini yang harus aku pertahankan, kelebihanku yang tidak dimiliki oleh tukang ojeg lainnya, karena aku seorang perempuan, maka aku harus menjadi tukang ojeg yang ramah.

Alhamdulillah setoranku makin lama, makin bertambah sama si bos, ternyata juga jadi tukang ojeg bisa menambah saudara, contohnya ada seorang ibu-ibu yang pekerjaannya jadi tukang jamu, dia selalu minta diantar aku ketempat para pelanggannya, di sepanjang jalan dia selalu bercerita tentang keluarganya, atau tentang pelanggan-pelanggannya, aku merasa dekat dengan dia, dia menyuruhku untuk memanggilnya dengan sebutan ”mamah diah”.

Setelah aku bekerja, Alhamdulillah aku bisa memberi pada ulfah dan anak-anak, materi memang bukan segalanya, tapi materi itulah salah satu hal yang bisa membuat orang-orang yang kita sayang merasa bahagia.

Tapi ada apa gerangan dengan ulfah, mengapa setelah aku membelikan buku novel karya penulis paforitnya dia jadi sering kelihatan murung.

”ulfah saudaraku, apa yang sebenarnya kamu alami, kenapa belakangan setelah aku bellikan buku novel itu kamu sering kelihatan murung?”

”Alfi laelatul jannah adalah seorang penulis yang selama ini aku kagumi, aku suka semua tulisannya, semua karya-karyanya selalu bisa menyentuh hatiku. Ucu.................................................................”

”lho lho kenapa kamu malah menangis?”

”buku novel ini adalah kisah nyata hidupnya, dari mulai kecil sampai dia menjadi penulis hebat yang terkenal seperti sekarang ini”

”iya, terus kenapa kamu menangis”

”kisahnya begitu menyedihkan, dan aku tidak mengira bahwa sesungguhnya dia adalah seorang tuna netra”

”Subhanallah.......................................”

”iya, kamu harus baca novelnya”

***

Akupun membaca novel karya Alfi Laelatul Jannah tersebut, sejak kecil dia dibuang oleh orang tuanya ke panti asuhan, orang tuanya sangat miskin, jadi mereka merasa tidak mampu untuk merawat beliau yang tunanetra. Beruntung di panti asuhan itu beliau dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasihsayang, walau beliau tidak bisa melihat tapi beliau bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Disana beliau mempunyai sahabat, disana juga beliau punya saudara. Ketika usia belaiu 15 tahun, belaiu mulai suka menulis, bakat itu mulai terlihat saat panti mengadakan lomba menulis, dan beliau sebagai pemenangnya, walaupun tulisannya berupa huruf braille.

Bunda di panti menyalurkan bakat yang dimiliki beliau, beliau di kuliahkan di fakultas sastra, disana selain beliau bisa mendalami ilmu pengetahuan, beliau juga dapat menemukan teman-teman yang memiliki bakat yang sama, dengan itu beliau bisa bertukar pikiran, sehingga beliau lebih mendalami kemampuan yang beliau miliki.

Tragedi itupun terjadi, selepas pulang kuliah, dengan tongkat putih yang selalu menemani beliau, ditengah perjalanan ada seorang laki-laki yang menyeret beliau, dan membawa beliau ke suatu tempat, laki-laki biadab itu benar-benar tidak berperikemanusiaan, beliau dibius sampai akhirnya pingsan. Ketika beliau terbangun, beliau mendapati rasa nyeri disekujur tubuhnya, dan merasakan darah yang segar keluar dari kemaluannya. Pikirannya menerawang, membayangkan apa yang sudah terjadi pada dirinya, beliau menangis sejadi-jadinya, beliau berteriak meminta tolong, tapi apa daya semuanya telah terjadi. Dari indra pendengarannya, beliau tahu bahwa orang-orang mulai berdatangan, diantara mereka ada yang berbisik-bisik ”kasihan sudah buta, ada yang memperkosa, siapasih laki-laki bejat yang tega melakukan ini semua”.

Pembicaraan orang-orang itu terngiang-ngiang ditelinganya, perlahan semangat hidupnyapun luntur, beliau merasa sangat hina, beliau hanya mengurung diri dikamar, impiannyapun menjadi seorang penulis hebat sirna sudah. Orang-orang dipanti tidak bisa berbuat apa-apa untuk memulihkan kondisi kejiwaan yang beliau hadapi, pelaku pemerkosa itupun sulit ditemukan, selain tidak ada saksi, beliau juga enggan diperiksa oleh polisi.

Hanya tongkat putih itu yang menjadi saksi bisu, siapa sebenarnya si pemerkosa itu. Penderitaan beliau tidak cukup sampai di sana, dua minggu dari kejadian itu, beliau sering muntah-muntah, awalnya orang-orang panti mengira itu hanya gejala mag, karena sejak kejadian pahit yang menimpanya, beliau jadi jarang makan, tapi betapa kagetnya beliau, ketika beliau sadar, bahwa beliau sudah telat satu minggu tidak menstruasi. Bunda panti melakukan tes kehamilan, dan hasilnya beliau positif hamil.

Beliau berfikir begitu berat beban hidup yang beliau hadapi, sampai menganggap bahwa Allah begitu tak adil padanya, beruntung nasihat dari orang-orang panti, kesabaran mereka, membuat akhirnya dirinya sadar, dan berusaha menata hidupnya kembali, bagaimanapun anak dalam kandungannya tidak berdosa, anak itu adalah titipan Allah yang harus beliau jaga, beliau bertekad bangkit dari keterpurukannya, dan berusaha meraih sukses demi masa depan anaknya nantinya.

***

Aku menangis membaca sebagian dari novel itu, dan segera aku kembalikan lagi pada ulfah.

”lho ko, dikembalikan, emang sudah tamat bacanya?”

”belum, aku tidak akan sanggup melanjutkannya”

”tapi kamu harus baca semua ucu”

”ya, sudah kamu saja yang baca akhir ceritanya”

”akhir ceritanya lebih sedih lagi, ternyata diam-diam dikampusnya ada seorang laki-laki yang begitu mengagumi beliau, laki-laki itu begitu kagum dengan ketegaran beliau, laki-laki itu juga kagum dengan kerendahan hati beliau, laki-laki itu begitu perihatin dengan apa yang dialami beliau, dan dia berniat menikahi beliau”

”subhanallah, terus?”

”tapi, orangtua laki-laki itu yang tidak menyetujuinya”

”terus, pada akhirnya beliau menikah dengan laki-laki itu?”

”pada akhirnya beliau menikah dengan laki-laki itu, tapi ternyata orangtuanya, memberikan syarat kepada anaknya, jika benar-benar mau menikah dengan beliau”

”apa tuch syaratnya?”

”laki-laki itu boleh menikah dengan beliau, asal setelah anak dalam kandungan beliau lahir, anak itu harus dibuang”

”apa? terus apakah suami beliau menepati janjinya pada orang tuanya”

”iya, anak itu benar-benar dibuang entah kemana”

”Astaghfirullah, terus bagaimana dengan kelanjutan rumahtangganya, apakah beliau punya anak lagi dari suaminya”

”alhamdulillah, beliau sekarang punya dua orang anak dari suaminya, satu laki-laki dan satu perempuan, dan alhamdulillah keduanya normal”

”alhamdulillah”

”kamu harus baca catatan terakhir dalam novelnya yang begitu menyentuh”

Untuk matahari mamah yang terbuang:

Maafkan mamah,

Tak pernah ada niat dalam hati mamah untuk membuang kamu

Keadaan yang membuat kita terpisah

Tapi mamah yakin ikatan batin kita begitu sangat kuat

Bila kamu membaca ini,kembalilah pada pelukan mamah

Mamah sangat merindukanmu.................................

”ulfah, kenapa kamu menangis?”

”aku merasa punya ikatan batin yang sangat kuat dengannya ucu, aku ingin bertemu dengannya dan memeluknya sekali saja, belakangan aku sering memimpikan beliau, dalam mimpiku, beliau melambai-lambaikan tangannya, dan berkata ”kembalilah anakku”.

Aku tertegun beberapa saat,.................................

”mungkin itu hanya mimpi biasa saja, kamu yang tersentuh dengan kisah beliau, sehingga terbawa mimpi”

”bukan kali ini saja ucu, semenjak aku membaca tulisan-tulisannya yang lain, aku merasa punya ikatan batin yang kuat dengannya”

”kamu sudah shalat istikharah meminta petunjuk pada Allah?”

”sudah, dan aku benar-benar yakin ingin bertemu dengannya, nanti bila anak-anak libur sekolah, dan kamu harus mengantarku ya?”

”iya InsyaAllah”

Subhanallah, apa ini sebuah kebetulan, atau merupakan sebuah petunjuk dariMu Ya, Allah....................... Apapun itu, aku tidak ingin memutuskan harapan ulfah kali ini , aku harus memenuhi keinginannya, untuk mengantarnya menemui penulis yang dikaguminya Alfi Laelatul Jannah.....................

..................................Bersambung.........................................

PERJALANAN CINTA IV


PERJALANAN CINTA IV

Aku menjadi lemah
Saat yang menjadi sandaran hatiku pergi
Aku menjadi Risau
Saat yang menjadi semangat jiwaku hilang
Aku menjadi galau
Saat yang menjadi pelindung diriku telah tiada

Aku begitu heran ketika ucu bertanya, siapa saja wanita yang pernah dekat sama kak enda?, jujur aku menjawab bahwa tak ada satupun wanita yang selama ini dekat dengan kak enda, apa lagi yang namanya ’sang langit’ , apakah itu nama panggilan, atau nama kiasan, atau mungkin nama sebenarnya?, siapapun dia, mudah-mudahan ucu cepat-cepat mengetahuinya aamiin.
Lain halnya denganku, aku sedang di buat bingung dengan tingkah laku ros yang tiba-tiba berubah, dia berubah menjadi 180 derajat, dia merubah penampilannya, gaya bahasanya, sikapnya, yang terkesan apik dan di buat-buat, seolah-olah dia sedang mencari simpati dari semua keluarga ayah. Terbukti perubahan tingkah lakunya itu membuat seluruh keluarga ayah terkagum-kagum di buatnya, begitupun dengan nenek.
Bagiku itu bukan masalah, karena memang sepantasnya dia mendapat perhatian yang khusus dari nenek, karena dia cucu kandung nenek. Aku juga tidak keberatan saat keluarga ayah selalu memujinya, karena dia memang pantas di puji, dia telah berubah menjadi lebih baik.
Namun keanehan itu mulai ku rasakan, saat dia selalu berpura-pura baik padaku saat di depan nenek atau yang lain, tapi kebencian dia terhadapku, masih selalu dia tunjukkan saat aku hanya berdua dengannya.
Aku merasa menjadi tak nyaman di buatnya, aku tak tahu harus bersikap apa untuk menanggapinya. Kejadian itu pun tiba, saat ayah dan ibu pergi ke luar kota, waktu itu karena aku sendirian di rumah, aku memutuskan untuk menginap di rumah nenek, mengetahui aku menginap di rumah nenek, ros tiba-tiba datang dan memutuskan untuk menginap pula.
Tak sedikitpun terlintas di benakku, bahwa ros akan berbuat jahat terhadapku. Ketika pagi datang dan aku pulang kembali ke rumah ibu, baru 15 menit saja aku sampai, dan aku berniat untuk beres-beres rumah, tiba-tiba aku di kejutkan dengan suara nenek memanggilku dengan suara yang agak keras.
”ucu, ...........di mana kamu?”
”iya nek, kenapa nenek berteriak-teriak, ada apa nek?”
”apa benar kata ros, kamu mengambil perhiasan milik nenek?”
”perhiasan, perhiasan yang mana nek?”
Tiba-tiba ros datang dengan suara yang keras pula.
”bohong itu nek, dia pura-pura gak tahu, padahal ros melihat dengan mata kepala ros sendiri, dia mengambilnya, kalau gak percaya, nenek boleh lihat di tasnya ”
Nenek kemudian pergi ke kamar, lalu menggeledah tasku, dan alangkah terkejutnya aku bahwa dalam tasku ada perhiasan, yang aku sendiri tak tahu dari mana perhiasan itu berasal.
”nenek kecewa banget sama kamu cu”
”tapi nek, ucu bisa jelasin semuanya”
”sudah, kami gak usah ngomong apa-apa lagi, semua ini sudah cukup jelas”
***
Semenjak kejadian itu, aku merasa menjadi jauh dengan nenek, aku merasa semakin tidak nyaman tinggal di sini, tapi ucu selalu memintaku untuk bersabar, dan aku harus membuktikan pada nenek, bahwa aku tidak bersalah.
Aku mencoba bertahan, tapi cobaan itu datang lagi, miftah yang belajar bela diri padaku, pulang sekolah dengan keadaan babak belur. Bi nur dan suami begitu marah padaku, dan mereka menyalahkan aku atas semua yang terjadi, dan perkataan yang menyakitkan itu muncul ”dasar kamu anak pungut, gak tau balas budi, bisanya hanya membuat masalah saja”. Nenek yang biasanya membelaku, sekarang dia hanya diam tak berkata apa-apa.
***
Cobaan itu tampaknya belum berhenti, dan kemarahan nenek sudah sampai puncaknya, saat mengetahui dandi belajar naik motor padaku, dan gara-gara itu dandi mengalami kecelakaan dan dia harus di rawat di Rumah Sakit Cibabat, dengan suara lantang dan penuh keyakinan nenek mengusirku.
Maafkan aku saudara kembarku, aku tak bisa menjaga amanahmu, aku telah mengecewakanmu, dengan berat hati, aku harus pergi dari rumah orang tua angkatmu, dan kini aku tak tau mesti ku langkahkan kakiku kemana.
Dengan berbekal pakaian yang melekat di tubuhku, aku terus berjalan, aku tak mungkin ke rumah paman, karena nanti paman akan menjadi bingung, dan aku rasa belum saatnya paman tahu, tentang saudara kembarku ucu yang masih hidup.
Kelamaan berjalan, perutku menjadi lapar, saat ku periksa uang di dompetku, hanya bisa untuk beli air minum saja, tapi tidak apa-apa, mudah-mudahan dengan minum, rasa laparku bisa berkurang. Aku lalu mengunjungi warung terdekat, saat ku sodorkan uang pada sang pemilik warung, orang itu lalu tersenyum, dan menyapaku dengan begitu ramah.
” Subhanallah, ucu nikmah sahabatku, kamu ke mana saja?”
Aku hanya tersenyum, dan tidak menjawab apa-apa, kalau aku menjawab, bahwa aku tidak mengenalinya, dia pasti akan kecewa.
”lihat sahabatku, berkat kamu, aku bisa membuka warung sederhana ini, kamu kenapa diam saja, kamu tidak senang ya, ketemu sama aku?”
”tidak sahabatku, aku Cuma...........................................”
Aku lalu menceritakan kepadanya, tentang apa yang baru saja ku alami.
”kamu tenang saja ucu, kamu kan masih punya istana cinta”
”istana cinta?”
”iya, istana cinta, anak-anak pasti senang, karena akhirnya kamu bisa menginap di istana cinta mereka”
Setelah hari mulai sore, orang yang mengaku sahabat ucu itu, lalu menutup warungnya, dan mengajakku ke tempat yang di sebut istana cinta, aku penasaran seperti apa istana cinta itu. Setelah kami berjalan ± 15 menit, kami sampai pada suatu rumah mungil, yang di pinggir-pinggirnya tumbuh bunga-bunga yang bermekaran, keharuman bunga itu sungguh menyegarkan pernapasanku. Ketika pintu di ketuk, dan ucapan salam pun terucap. Tiba-tiba dari dalam rumah muncul anak-anak manis yang mungil yang kesemuanya memakai kerudung. Rasa haru menyelimutiku, saat mereka satu persatu mencium tanganku. Tak berselang lama adzan magribpun berkumandang, kami kemudian shalat berjama’ah, kemudian mengaji bersama.
Subhanallah, sungguh keindahan yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya, selepas shalat isya berjama’ah, orang yang mengaku sahabat ucu itu, yang ku ketahui belakangan, dari anak-anak yang memanggil namanya, bahwa namanya ulfah. Mengeluarkan hidangan makan malam, walaupun hanya dengan tempe goreng, tapi rasanya sangat nikmat, itu lah mungkin indahnya kebersamaan.
Selepas makan, mereka di biarkan untuk menyelesaikan urusan masing-masing, ada yang sibuk mengerjakan PR,ada yang langsung pergi gosok gigi dan mengambil air wudlu, kemudian tidur.
Tepat jam 22:00 semua anak-anak itu sudah beristirahat. Aku berharap, ulfah mau bercerita sesuatu, untuk menjawab semua rasa penasaranku. Tampaknya dia juga begitu lelah, dan akhirnya dia pun ikut beristirahat.
Aku tak mampu memejamkan mataku sedikitpun, aku teringat ucu yang mungkin akan sangat khawatir, saat aku tak mengangkat telfon darinya, belum lagi ayah dan ibu angkat ucu, yang nampaknya pasti akan sangat terkejut saat mereka pulang, mengetahui ucu telah berbuat kesalahan, yang membuat nenek marah dan mengusirnya.
***
Pagi hari yang cerah, anak-anak manis berkerudung itu, sudah pergi ke sekolah, sedangkan aku bersama ulfah pergi ke warung tempat aku bertemu dengan ulfah kemarin.
Sambil beres-beres warung, ulfah pun mulai menceritakan tentang istana cinta itu, persahabatan dia dan ucu, dan anak-anak manis berkerudung itu.
Ulfah dan ucu bersahabat sejak SMA, Ulfah sangat dekat dengan ucu, sehingga ulfah sudah menganggap ucu sebagai saudaranya sendiri, banyak hal yang di sukai ucu, juga di sukai ulfah, mereka juga memiliki nasib yang hampir sama. sama-sama tak tahu seperti apa orang tua kandung mereka, nasib ucu lebih beruntung dari pada ulfah, ucu di besarkan oleh keluarga yang cukup berada, sedangkan ulfah di besarkan di panti asuhan, dan yang lebih menyedihkan lagi ulfah di buang di sana, orang tua ulfah sedikitpun, tidak memberikan sebuah petunjuk, tentang identitas mereka, sehingga ulfah selalu menganggap bahwa orang tua kandungnya telah tiada.
Ulfah dan ucu sangat peduli sama nasib anak-anak pemulung yang berada di sekitar sekolah mereka, dengan usaha keras cari sumbangan sana-sini, akhirnya mereka berhasil membangun rumah kecil, tempat menampung anak-anak pemulung itu, dan rumah kecil itu, di beri nama ”istana cinta”.
Ucu memberikan semua tabungannya selama tiga tahun kepada ulfah, dan ulfah pun berinisiatif untuk di jadikan modal usaha, jadilah sebuah warung sederhana, yang letaknya tak jauh dari istana cinta.
Subhanallah, di balik musibah, pasti ada hal istimewa yang bisa di ambil hikmah, mungkin aku akan banyak belajar dari peristiwa ini, aku semakin kagum sama saudara kembarku ucu, aku jadi tak sabar ingin bertemu dengannya. Astagfirullah, aku baru ingat ucu pasti khawatir banget padaku, aku harus menelefonnya............................................


.....................bersambung...............................

PERJALANAN CINTA V


PERJALANAN CINTA V

Aku tak punya hal istimewa yang bisa ku banggakan
Ku juga tak punya keindahan yang bisa ku berikan
Aku hanya punya sebentuk hati yang sempurna
Yang tak kan ku bagi pada siapapun

Sungguh rencana Allah yang tak di sangka-sangka, Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, seperti apa yang menimpa uci itu merupakan suatu kebetulan yang tak pernah di duga, uci bisa sampai ke istana cinta yang merupakan rumah kedua bagiku, bisa bertemu dengan ulfah dan anak-anak, uci mungkin akan belajar banyak di sana. Bila ayah dan ibu pulang dari luar kota, mereka pasti akan lebih bijak melihat semua, InsyaAllah mereka bisa membedakan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dan mereka pasti tau harus mencari uci kemana.
Aku menjadi agak sedikit lega, tapi bagaimana dengan kak enda, sampai sekarang aku belum bisa menemukan siapa sebenarnya ’sang langit’ itu, aku bukannya menemukan titik terang, tapi malah menimbulkan persoalan baru, untuk mencari tahu siapa ’sang langit’ sebenarnya, aku selalu membuntuti kak enda kemanapun kak enda pergi, untuk itu aku meminta bantuan latief, anak dari kang odo dan ceu edah, untuk mengantarkan aku, kemanapun aku pergi. Mungkin karena seringnya kami bersama, sehingga menimbulkan perasaan yang tak seharusnya latief miliki untukku.
Sudah beberapa kali dia mengungkapkan perasaannya untukku, bahkan untuk meyakinkan aku, latief menyuruh orang tuanya untuk melamarku pada kak enda, latief selalu mengira alasan aku menolaknya, karena kekurangan yang dia punya, karena dia bukan orang terpelajarlah, karena dia berasal dari keluarga miskinlah. Padahal sebenarnya bukan itu alasannya, tapi karena aku belum berfikir ke arah sana, masih banyak yang harus ku lakukan, terutama aku ingin mewujudkan mimpi kak enda dan membuat kak enda bahagia.
Kak enda menanggapi lamaran ceu edah, hanya dengan senyuman, dia malah menjawab ” uci masih terlalu mungil untuk menikah, dia belum bisa mengurus dirinya sendiri, apalagi mengurus orang lain”. Penolakan secara halus dari kak enda, nampaknya tidak membuat latief menyerah begitu saja, dia mulai melakukan berbagai cara untuk meluluhkan hatiku, dari mulai berusaha membuat aku cemburu, hingga menjadi bayang-bayangku kemanapun aku pergi.
Aku selalu berusaha menyadarkan dia, bahwa dia bisa dapatkan wanita yang lebih baik dari aku, aku selalu menawarkan hubungan persahabatan padanya, tapi dia selalu berkata bahwa dia akan menungguku, sampai aku mau menerima cintanya. Entah dengan cara apa lagi aku membuat dia mengerti, mungkin aku harus berusaha menghindar dan menjaga jarak darinya.
***
Pada suatu hari tatkala aku sedang bersembunyi dari bayang-bayang latief, tiba-tiba aku bertabrakan dengan seseorang.
”uci, kamu uci kan?”
”iya, kamu siapa ya?”
”kamu sudah banyak berubah ya ci, aku lela masa kamu gak ingat sama aku sich, aku kan teman kamu di pesantern nurul huda?”
”oh, iya, maaf la, kamu apa kabar?”
”alhamdulillah kabarku baik ci, ci kamu sudah melihat keadaan kak jamilah sekarang, aku perihatin banget ci dengan keadaannya, kak jamilah yang dulu ceria, sekarang tak ada senyuman bahagia lagi yang terlukis di wajahnya”
”emang apa yang terjadi dengan kak jamilah la?”
”aduch, maaf aku buru-buru, kamu lihat saja sendiri ke rumahnya ya!”
Teman uci yang bernama lela itu berlalu pergi dari hadapanku, aku jadi penasaran tentang siapa itu kak jamilah, kemudian apa yang telah menimpa kak jamilah, sehingga membuat dirinya tak seceria dulu. Tapi di manakah rumah kak jamilah itu, tapi tunggu dulu, tadi teman uci itu bilang, pesantren nurul huda, kalau gak salah pesantren nurul huda, tidak jauh dari sini.
Aku langkahkan kakiku menuju pesantren nurul huda, terlihat beberapa santri yang ada disana, ku ucapkan salam, dan ku tanyakan kepada mereka, di mana aku bisa bertemu dengan kak jamilah, salah satu dari santri tersebut mengantarkan aku ke rumah yang berada di lingkungan pesantren. Tampak santri tersebut meminta izin terlebih dahulu, sebelum mempersilahkan aku masuk.
Ketika aku berada di sini, aku merasa seolah-olah tempat ini bukan tempat yang asing bagiku, aku merasa pernah ke sini, tapi entah kapan, atau mungkin Cuma di dalam mimpiku saja. ketika aku sedang asik mengingat-ngingat, kapan sebenarnya aku pernah ke tempat ini, Sesosok wanita cantik muncul dari kamar, dan dia mengucapkan salam padaku, hatiku bergumam ”apakah ini kak jamilah itu?”
”uci, kamu apa kabar, kemana saja ko jarang main ke sini, kakak kangen banget sama kamu”
”uci juga kangen sama kakak, maafin uci ya kak, uci baru bisa bersilaturahim sama kakak sekarang”
”iya gak apa-apa, kamu sekarang gimana kerja atau kuliah, ayo cerita dong sama kakak”
Aku gak tahu apa yang harus ku ceritakan, namun aku teringat tentang latief, lalu aku ceritakan tentang latief kepada kak jamilah, entah ceritanya yang emang benar-benar lucu atau gimana, tapi kak jamilah di buat tertawa-tawa karenanya.
Ketika kami sedang mengobrol, tiba-tiba datang seorang wanita yang membawa dua gelas air, dan beberapa makanan ringan.
”uci kemana saja, ibu senang akhirnya bisa mendengar jamilah tertawa-tawa seperti ini, kamu yang sering ya main ke sini temenin kak jamilah ya!”
”iya, InsyaAllah bu”

Setelah ibu kak jamilah pergi, lalu aku balik bertanya tentang cerita kak jamilah,.
”sekarang giliran kakak yang cerita”
Seketika itu wajah kak jamilah berubah menjadi murung.
”kakak, kakak...............................”
dia kemudian menangis, dan bersandar dalam pelukanku
’kakak kenapa?, kakak bisa cerita semua sama uci kak”
dia lantas melepaskan pelukannya, dan menarik napasnya dalam-dalam, kemudian dia mulai bercerita. Entah mengapa setelah aku mendengar cerita kak jamilah, ceritanya tidak jauh beda dengan cerita kak enda tentang ’sang langit” itu, cuman bedanya, kak jamilah bukan menutup hatinya untuk siapapun, tapi dia malu, dan dia tidak mau lagi memilih, karena pilihannya dulu telah mengkhianati kepercayaannya, tapi orang yang benar-benar bersungguh-sungguh mau menikahinya, dia lepas, dan akhirnya orang itu menikah dengan wanita lain. Sekarang dia pasrahkan kepada kedua orang tuanya untuk memilih yang terbaik untuknya.
”kakak yang sabar ya, uci ikut perihatin dengan apa yang menimpa kakak, tapi uci yakin semua pasti ada hikmahnya”
”uci kakak malu, kakak kecewa, kakak menyesal, kakak juga merasa dikhianati”
”kakak berkhusnudzon saja pada Allah, mungkin laki-laki itu bukan yang terbaik untuk kakak, ci yakin kakak bisa dapatkan yang lebih baik darinya”
”uci, kakak tidak mau memilih, karena kakak tidak mau lagi kecewa, apa kakak salah membiarkan orangtua kakak sendiri memilihkan yang terbaik untuk kakak?”
”enggak kak, sama sekali tidak salah ko, tapi...............”
”tapi, kenapa ci?”
”dengan begitu kakak sudah bersikap egois dong?”
”egois?, apa maksud kamu ci”
”iya, apa kakak tidak sadar, kakak selama ini selalu merasa bahwa kakak sendiri yang punya masalah, apakah kakak tidak berfikir tentang orang tua kakak”
”apakah mereka bahagia, bila melihat kakak terluka, sebaliknya apakah mereka akan sedih, bila melihat kakak bahagia?”
”engga ci, justru kebahagiaan kakak adalah kebahagiaan bagi mereka, dan kesedihan kakak, adalah kesedihan bagi mereka”
”kakak ingin melihat mereka bersedih, atau kakak ingin melihat mereka bahagia?”
”ya, ingin melihat mereka bahagia dong”
”kakak sudah mengertikan apa maksud uci? Sekarang kakak jangan murung, terus tunjukan kebahagiaan kakak pada mereka, buat mereka bangga pada kakak, lakukan yang terbaik yang bisa kakak lakukan dan terus semangat ya!!!!”
”uci, kakak bangga sama kamu, kamu sudah lebih dewasa sekarang, kakak jadi makin kagum sama kak endamu itu”
”apa, tadi kakak bilang apa?”
”engga ko, bukan apa-apa”
Rasa terharu menyelimutiku, ketika aku melangkahkan kembali kakiku untuk pulang. Kenapa baru sekarang aku bisa kenal dengan kak jamilah, kenapa uci tidak pernah cerita padaku tentang kak jamilah. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, atas keindahan yang Kau berikan untukku hari ini.
***
Aku seperti menemukan sosok ulfah dalam diri kak jamilah, aku juga merasa ketika aku di rumah kak jamilah, seperti aku sedang berada di istana cinta. Aku jadi punya teman dan punya rumah kedua lagi sekarang. Tapi ada yang aneh dengan sikap kak enda, semenjak aku dekat dengan kak jamilah, dia sering banget mengintograsiku, berpura-pura berwajah kejam, padahal aku tahu sepertinya ada sesuatu hal yang ingin dia cari tahu dariku, apa ini ada hubungannya dengan kak jamilah?.
Sedangkan dengan latief, dia mulai kelihatan lelah, terakhir dia menulis sebuah puisi untukku
kau adalah tempatku bersandar
tempatku bercerita
tempatku berbagi
tempatku berbahagia
tempatku bernafas
tempatku berkeluh kesah
dan tempatku mencari arti hidup
tapi aku akan melepasmu, jika itu bisa membuatmu bahagia.............
Hari jum’at sore, aku membuat masakan kesukaan kak enda, yaitu sayur lodeh dan ikan asin, aku bermaksud membaginya dengan kak jamilah, dengan izin kak enda, aku pun pergi mengantarkan sayur lodeh dan ikan asin itu pada kak jamilah, keasikan ngobrol, hingga aku tak sadar adzan magrib pun berkumandang, aku memutuskan untuk sholat magrib berjama’ah dulu dengan kak jamilah, baru aku akan pulang.
Kak jamilah menawarkan diri untuk mengantarkan aku pulang, tapi ketika aku hendak melangkah keluar, ku dengar suara pintu di ketuk, dan dari ucapan salamnya, seperti suara kak enda, dan benar saja, yang datang benar-benar kak enda.
”siapa ci”
”kakak lihat saja sendiri, siapa yang datang”
Seperti ada zimponi cinta yang mengalun terdengar dari hati mereka, ketika kedua mata mereka bertemu, rasa takjub seperti menyelimuti mereka, sehingga mereka terdiam untuk beberapa saat. walau pelan, dengan replek, mulut kak enda berkata ’sang langit’....................................................



...............bersambung.......................